Solusi Impor Selalu Merugikan
Di tengah sulitnya distribusi pangan karena bencana alam, pemerintah selalu membuka kran impor untuk mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga pangan. Kebijakan itu selalu merugikan negara. Dan pemerintah tak punya solusi permanen untuk mengatasi semua itu.
Demikian ditegaskan Anggota Komisi VI DPR Hendrawan Supratikno (F-PDI Perjuangan) sebelum mengikuti Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (28/1). Menyusul banjir di kawasan Pantura yang menyebabkan distribusi pangan ikut tersendat, saat ini harga-harga komoditi pangan mulai merangkak naik. Beras, cabai, sayur mayur, dan buah-buahan melejit.
“Transporatsi dari Surabaya ke Jakarta yang biasanya 1 hari, sekarang jadi 4-5 hari. Jadi, berat sekali. Tentu dampaknya kesulitan suplay. Suplay terbatas, karena produksi petani juga rusak,” ungkap Hendrawan. Karena produk lokal tak sampai ke tangan konsumen, akhirnya produk impor yang menggantikannya. Solusi yang bersifat sementara ini selalu diambil pemerintah, tanpa pernah berpikir solusi jangka panjang.
“Solusi sementara selalu membuka kran impor. Ini solusi sementara yang sebenarnya merugikan, karena dengan dibuka kran impor, itu artinya ruang pasar yang semula diisi produk-produk dalam negeri sekarang diisi produk-produk impor. Beras dari Vietnam tiba-tiba muncul. Itu, kan, aneh,” tutur Hendrawan.
Hingga saat ini, belum nampak solusi jangka panjang yang dikeluarkan pemerintah menyangkut kesulitan distribusi atau kelangkaan pangan di Tanah Air. Akar masalah tak pernah tersentuh. “Solusi harus permanen yang mengatasi akar masalahnya. Kalau infrastrukturnya yang jadi masalah, ya harus segera dibenahi secara permanen. Jalan Pantura itu harus menjadi jalan yang luar biasa kuatnya. Jangan dijadikan proyek abadi. Aspalnya tipis, sehingga tiap tahun ada anggaran APBN masuk.”
Menurut Hendrawan, mentalitas proyek masih mewarnai pengambil kebijakan. Tujuannya, agar selalu dapat keuntungan dari anggaran infrastruktur. Akibatnya, tidak saja infrastruktur yang rusak, distribusi pangan pun ikut kacau. “Harus dikikis habis mentalitas koruptif. Ini bukan hanya bencana alam, tapi juga bencana financial, dan yang lebih berat lagi bencana moral,” keluh Hendrawan. (mh)/foto:iwan armanias/parle.