Singapura Genit Politik Kepada Indonesia
Rencana Pemerintah Indonesia memberi nama Kapal Republik Indonesia dengan nama Usman-Harun terus mendapat tentangan dari Pemerintah Singapura. Namun, tentangan ini bisa diartikan Singapura tidak menghargai kedaulatan Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi I DPR Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati, saat ditemui sebelum Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Selasa (11/02). Ia bahkan menilai, Singapura bersikap genit politik kepada Indonesia.
“Saya melihat Singapura agak genit politik kepada Indonesia. Saya tidak tahu bagaimana kondisi politik dalam negeri mereka, tetapi seharusnya mereka menghormati kedaulatan bangsa Indonesia, termasuk keputusan yang telah dibuat. Bagaimanapun juga, Indonesia punya sejarah, begitupun dengan Singapura,” jelas Ning, sapaan akrab Susaningtyas.
Politisi Hanura ini menambahkan, seharusnya Singapura tidak perlu ikut campur dengan keputusan dalam negeri Indonesia. Karena pemerintah Indonesia sudah melakukan uji sejarah yang cukup komprehensif terhadap nama Usman dan Harun ini.
“Seyogyanya, Singapura tidak perlu ikut campur terhadap keputusan dalam negeri kita. Sesungguhnya, Pemerintah, dalam hal ini TNI AL telah melakukan uji sejarah yang cukup komprehensif. Ini sudah menjadi ketetapan TNI AL untuk memberi KRI dengan nama tersebut. Itu kan ada 3 kapal, yaitu Bung Tomo, Usman-Harun, dan John Lie. Saya rasa hal ini tidak perlu dibesar-besarkan oleh Singapura,” imbuh Politisi asal Dapil Jawa Tengah ini.
Hal senada diungkapkan oleh Anggota Komisi I Tantowi Yahya. Ia menilai, sikap yang ditunjukkan oleh Singapura terlalu berlebihan, dan ini sangat menyangkut dengan kedaulatan bangsa Indonesia.
“Soal penamaan KRI, respon dari Singapura itu terlalu berlebihan dan over reaktif. Kapal perang itu wilayah yurisdiksi atau wilayah kedaulatan suatu negara. Karena ini menyangkut kedaulatan suatu negara, jadi suka-suka kita mau menamakan apa. Terlebih lagi, proses penamaan itu sudah melalui proses yang panjang,” tegas Tantowi.
Pemerintah Singapura, tambah Tantowi, seharusnya bisa menghormati keputusan Indonesia atas nama kedaulatan negara tetangga dan persahabatan kedua negara.
“Jadi, kita sangat menyesalkan, apalagi diikuti dengan pembatalan undangan acara Singapura Airshow 2014 kepada pejabat TNI. Bagi kita ini, kalau bahasa anak mudanya itu lebay (berlebihan) dan sangat tidak kondusif di tengah semangat kita untuk memperkokoh persahabatan negara Asean menjelang Asean Economic Community yang jatuh pada 2015,” tegas Politikus Golkar ini.
Politisi asal Dapil dari Sumatera Selatan ini menambahkan, Pemerintah Indonesia tidak perlu memberikan tekanan balik kepada pemerintah Singapura, walaupun Singapura yang memulai. Namun, ia melihat hal ini kental dengan nuansa politik.
“Ini adalah upaya oleh Perdana Menteri Singapura yang sedang mendapat krisis dukungan dari dalam negeri. Jadi, manuver politik yang cantik, berbiaya murah dan beresiko rendah, adalah melakukan provokasi atau serangan terhadap Indonesia. Kenapa mereka melakukan itu? Karena mereka memainkan momentum. Mereka sadar bahwa Indonesia sedang dalam “kekosongan pemimpin”. Jadi ini ada celah, sehingga mereka memainkan ini untuk melakukan tekanan. Pesan saya, kita jangan bergeming. Kedaulatan kita adalah harga mati,” tegas Tantowi.
Berdasarkan Pemberitaan di berbagai media, Indonesia memesan tiga kapal sejenis, yang dibuat oleh BAE Systems Marine Inggris. Kapal yang akan diberi nama masing-masing KRI Bung Tomo, Usman-Harun dan John Lie itu direncanakan akan tiba di Indonesia menjelang akhir tahun ini.
Usman dan Harun adalah nama anggota KKO (sekarang Marinir) yang digantung Singapura karena terlibat peledakan MacDonald House semasa Konfrontasi Ganyang Malaysia (1963-1966). Keduanya dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. (sf)/foto:iwan armanias/parle.