Kasus Satinah - DPR Harap Presiden Menemui Pemerintah Arab
Ketua Komisi IX DPR RI, Ribka Tjiptaning mengharapkan pemerintah dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudoyono menemui pemerintah Arab Saudi. Kehadiran presiden sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab pemerintah kepada Warga Negaranya ketika dia bermasalah.
Hal tersebut disampaikan Ribka saat Dialog Bersama Wakil Rakyat di Studio RRI Gedung DPR Jakarta, Jumat (27/3) terkait kasus Satinah, TKI di Arab Saudi yang divonis hukuman mati karena telah membunuh majikannya.
“Ada kepedulian, ada hadir pemimpin negara ketika rakyatnya bermasalah. Namun presiden kita ketika rakyatnya bermasalah masih bersurat-bersurat,” tegas Ribka.
Menurutnya, ketika ada persoalan ini, tinggal tanggung jawab presiden. Karena Menteri Tenaga Kerja kita sudah pergi ke Arab, namun permasalahan masih tetap begitu. Dulu, ujarnya, saat pemerintahan Gus Dur ketika ada TKI yang mau di pancung, Gus Dur menemui Raja Arab yang akhirnya tidak jadi hukuman itu. Demikian pula ketika, warga Filipina akan di hukum, presidennya menghadap Raja Arab, juga tidak jadi hukuman tersebut.
Ribka menyesalkan sikap pemerintah. Menurutnya, pemerintah ketika terpojok menyatakan Satinah TKI illegal dan lain-lain. Harusnya tidak seperti itu, apapun dia adalah Warga Negara Indonesia, paparnya.
“Kita harus menyelamatakan Satinah. Karena dia bekerja ke Arab bukan tujuan untuk membunuh, dia membunuh karena keterpaksaan. Dia tertekan dan terjepit posisinya. Dan apapun tuduhan Warga Negara Indonesia di luar, itu tanggung jawab negara untuk melindungi. Kita jangan menghakimi warga negara kita sendiri,” tandas politikus PDI Perjuangan ini.
Terkait uang diyat sebesar Rp 21 miliar yang dibebankan kepada pemerintah. Apakah pemerintah harus mengeluarkan dari APBN. Dijawab Ribka, “Yang menjadi persoalan, SBY harus hadir dulu. Ini persoalan waktu tanggal 3 April.”
Dijelaskan Ribka, dana untuk perlindungan TKI di luar negeri tumpang tindih. Ada di BNP2TKI, Kemenakertrans dan ada juga di Kemlu, demikian juga ada di konsorsium asuransi. Dirinya heran, karena nasib TKI tetap saja. “Jangan menyatakan dia pahlawan devisa, tapi ketika dia bermasalah tidak peduli,” pungkasnya.
Ribka menambahkan, ada hak TKI melalui konsorsium asuransi TKI saat TKI di pra penempatan, masa penempatan dan pasca penempatan. Seharusnya dana tersebut digunakan untuk persoalan-persoalan ketika TKI-TKI kita bermasalah seperti yang menimpa Satinah saat ini.
Ribka berpendapat boleh saja mengumpulkan dana untuk Satinah sebagai bentuk solidaritas kecintaan sesama karena sebangsa. Tapi persoalan itu tidak selesai di situ. “Tapi ada hak-hak yang memang harus diperjuangkan supaya itu jatuh pada TKI,” tegasnya. (sc), foto : naefurodjie/parle/hr.