Program Bantuan Beras Miskin Selalu Bermasalah

01-09-2014 / KOMISI VI

Program bantuan beras miskin yang dimulai pada tahun 2003, masih menuai permasalahan. Banyak pihak menilai, kualitas beras yang diterima oleh masyarakat, tidak manusiawi. Ditemukan kutu dan beras tak layak konsumsi ketika sampai di tangan masyarakat.

Anggota Komisi VI Ida Ria Simamaora menyatakan raskin seperti persoalan yang tidak pernah selesai. Ia menilai, pemerintah seperti tidak serius menjalankan program yang sebenarnya inisiatif pemerintah ini. Program ini masih jauh dari harapan.

“Ketika bantuan itu diterima oleh masyarakat, kualitas maupun kuantitasnya belum sesuai harapan. Ini persoalan yang tidak main-main. Ada hal-hal yang sebenarnya diketahui oleh pemerintah, namun pemerintah belum melakukan tindakan yang jelas dan pasti, serta langsung menghadapi kondisi ini,” tegas Ida saat ditemui di ruang rapat Komisi VI, Senin (1/09).

Politisi Partai Demokrat ini menyatakan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum melakukan pengawasan secara maksimal, proses distribusi belum berjalan dengan baik, kualitas dan kuantitas pun belum seperti yang dikatakan oleh pemerintah kepada DPR.

“Ini tidak ada solusinya sampai sekarang, persoalan yang kritis, dimana masyarakat tidak merasakan dampak dari bantuan pemerintah ini. Masyarakat miskin di Indonesia masih cukup banyak yang memerlukan bantuan, tapi program ini ternyata tidak dilakukan dengan baik,” imbuh Ida.

Dalam RDP sebelumnya dengan Badan Urusan Logistik, disebutkan bahwa Bulog hanya melakukan distribusi raskin agar sampai diterima oleh masyarakat. Namun Ida menekankan, Bulog juga berperan untuk melakukan pengawasan raskin, baik kualitas maupun kuantitasnya.

“Bulog adalah institusi yang menangani program raskin ini, karena tugasnya mengontrol semua ketersediaan pangan sampai ke bawah. Tentunya, Bulog juga punya tanggung jawab dalam hal ini. Bulog juga dituntut oleh negara untuk dapat melaksanakan program raskin ini dengan baik,” tegas Ida.

Seharusnya, tambah Ida, memang diperlukan pengawas independen terkait distribusi raskin ini. Selain itu, diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah untuk mengatasi program yang setidaknya 10 tahun bermasalah ini.

“Pemerintah harus melakukan pengawasan secara ketat. Kita tahu bahwa Bulog yang memiliki tugas mendistribusikan beras, berarti Bulog yang tahu ketersediaan beras ini, kerjasama dengan Pemda juga untuk melakukan pengawasan. Saya rasa juga perlu kerjasama dengan pengawas independen, agar lebih optimal. LSM dan masyarakat bisa mengawasi penyaluran raskin,” tutup Ida. (sf)/foto:iwan armanias/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...