Pertamina Belum Siap Hadapi Persaingan Perdagangan Bebas
Anggota Tim Kunjungan Spesifik Komisi VII DPR ke Terminal BBM Semarang Group, Harry Poernomo menilain PT Pertamina belum siap menghadapi persaingan perdagangan bebas.
Hal tersebut Harry sampaikan menanggapi paparan GM Pertamina Semarang saat pertemuan Tim Komisi VII dengan Vice President People Management PT Pertamina, GM Pertamina Semarang, Anggota Komite BPH Migas Kepala Dinas ESDM Jawa Tengah dan Direktur Bareskrim Polda Jawa Tengah di Semarang, Senin (1/12/2014)
“Kunjungan kami ini sebetulnya pada akhirnya sepakat tentunya DPR akan mendukung atau berpihak pada Pertamina untuk menghadapi perdagangan bebas, karena subsidi BBM ini semakin hari semakin berkurang,” kata Harry.
Terkait dengan saatnya nanti bila terbuka pasar bebas BBM, politisi Partai Gerindra ini mengharapkan PT Pertamina memprogramkan berbagai project didalam rangka pembangunan infrastruktur distribusi BBM baik subsidi maupun non subsidi.
“Saya melihat perkembangan yang ada dari paparan tadi menunjukkan belum adanya kesiapan apabila nanti perusahaan-perusahaan lain masuk karena harga BBM sudah mendekati harga keenomian,” jelas Harry.
Oleh karena itu, tegasnya, jika PT Pertamina minta kepada DPR atau kepada pejabat daerah untuk berpihak katakanlah untuk melindungi PT Pertamina, ia meminta PT Pertamina juga secara sungguh-sungguh mempersiapkan diri. Pertamina menjadi betul-betul perusahaan yang dibanggakan dan layak dibantu dan dilindungi.
“Karena selama kami berkampanye di Dapil kami di Jawa Tengah ini, jika mencari Pertamax dimana-mana kosong, ini fakta. Dan disini kami lihat belum ada Pertamax Plus,” ujarnya.
“Saya tidak tahu apakah ini ekonomis atau tidak tetapi sudah saatnya Pertamina berpikir lebih maju. Sudah selayaknya semua produk yang diperdagangkan Pertamina seyogyanya paling tidak di Ibukota Provinsi ini juga tersedia dengan baik,” tambahnya.
Dari pengamatan Harry, sering Pertamax kosong baik di Semarang maupun di Yogyakarta. Harry menyimpulkan bahwa PT Pertamina belum siap menghadapi persaingan perdagangan bebas.
Kepada perwakilan Pemda Jawa Tengah yang hadir, ia minta pemda ketika akan memberikan ijin mendirikan bangunan atau ijin usahan apapun pada PT Pertamina tidak diobral. Demikian pula Harry meminta kepada BPH Migas keberpihakannya.
Harry minta peranan BPH Migas dengan kedudukan dan kewenangannya, karena posisi BPH Migas sangat strategis bukan hanya dalam hal pengawasan atau alokasi kuota tetapi bagaimana caranya juga memfasilitasi dan mendorong supaya PT Pertamina ini dan jika perlu perusahaan swasta lain juga membangun infrastruktur BBM dan Gas di wilayah seluruh Indonesia.
“Tentunya maksudnya adalah perusahaan domestik sepanjang itu memang tidak menyalahi aturan. Tetapi jangan sampai memberikan kesempatan kepada swasta yang notabene membuka peluang tumbuhnya mafia Migas,” tandasnya.
Sementara kepada Direktur Bareskrim Polda Jawa Tengah yang hadir, Harry yang pernah berkarya di PT Pertamina, minta mengenai masalah penyelewengan BBM ini termasuk juga didalamnya LPG bisa ditingkatkan kembali dan tindakan-tindakan pengawasan maupun penanggulangan penyelewangan migas ini tidak perlu menunggu PT Pertamina dan BPH Migas, karena sudah ada MoU. Polda Jateng bisa bertindak.
“Titik-titik mana yang sangat rawan, kami pikir Pertamina dan BPH Migas sangat tahu persis. Saya tidak percaya jika Pertamina dan BPH Migas bahkan polisi sendiri tidak tahu bagaimana ada penyelewengan ini. Pasti tahu. Hanya masalahnya kadang-kadang ogah-ogahan untuk bertindak,” pungkasnya.
“Ini yang kami harapkan, kesemuanya ini tentunya untuk membangun perkuatan nasional maupun regional wilayah supaya bisa juga mencapai kemandirian ataupun yang sering kita sebut kedaulatan energi,” tambah Harry.
Ia menjelaskan, bahwa kedaulatan energi ini tidakhanya secara nasional tetapi juga wilayah. Oleh karena itu, Harry meminta kepada seluruh pimpinan di Jawa Tengah untuk bagaimana caranya Jawa Tengah ini untuk suistinable didalam pemenuhan masyarakat akan kebutuhan energi khususnya bahan bakar minyak dan gas. (sc), foto : suciati/parle/hr.