Komisi IX DPR Pertanyakan Asset BPJS Ketenagakerjaan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mulai akan beroperasi pada 1 Juli 2015. Hal ini sesuai mandat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Waktu yang tidak terlalu lama lagi ini, diperlukan persiapan yang baik sebelum operasional BPJS Ketenagakerjaan mulai dari aspek regulasi, kelembagaan, kepesertaan, pelayanan, pembiayaan dan pengawasan.
Komisi IX DPR, kemarin, Senin (26/1/2015) menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Direksi BPJS Ketenagakerjaan dipimpin Wakil Ketua Komisi IX Ermalena di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI, Senayan , Jakarta.
Anggota Komisi IX Ketut Sustiawan (F-PDI Perjuangan) mempertanyakan persoalan asset dan pengelolaan asset BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini dipertanyakannya agar tidak terjadi conflik of interest.
“Kalau kita lihat transformasi BPJS Ketenagakerjaan kalau dilihat dari data Tahun 2013, total asset PT Jamsostek sekitar Rp 153 Triliun dan investainya mencapai Rp 150 Triliun, dari dari hasil perolehan investasi kira-kira sekitar Rp 15 Triliun,” papar Ketut.
Anggota Komisi IX Verna Gladies Merry Inkiriwang mempertanyakan metode atau pendekatan yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan untuk meningkatkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Sementara, Daniel Lumban Tobing (F-PDI Perjuangan) curiga dengan penjelasan yang disampaikan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya dalam rapat tersebut. Menurut Daniel, penjelasan Dirut BPJS Ketenagakerjaan terlalu baik.
Daniel menanyakan, apakah ada perbedaan antara Struktur Organisasi PT Jamsostek dengan BPJS Ketenagakerjaan. Jika ada perbedaan, dimana bedanya.
Imam Suroso (F-PDI Perjuangan) mengkritisi keuntungan dana non-Jaminan Hari Tua (seperti Jaminan Pemeliharaan Kesehatan) yang hanya diserahkan Rp 500 milyar ke BPJS Kesehatan. Padahal, dalam laporan keuangan PT. Jamsostek per 31 Desember 2013, tercatat Rp 2.5 triliun lebih penerimaan bersih non-JHT. “Kemana seharusnya dana tersebut disalurkan?,” tanyanya.
Lanjut Imam, dana JHT yang belum diketahui pesertanya, dan dana tersebut masih ada di pembukuan BPJS Ketenagakerjaan. Awalnya ada 1.8 triliun, tapi terus menurun. “Apa faktor penyebab turun?,” tanyanya.
Imam juga mempertanyakan, investasi dana Jamsostek di PT. Garuda, dimana dana investasi tersebut cenderung merugi tiap tahunnya. Bagaimana ini bisa terjadi. Kemudian, bagaimana nasib pinjaman dana Jamsostek ke PLN sebesar 400 milyar. (sc), foto :