Komisi IX Sidak Ke RS Harapan Kita Pantau Pelayanan BPJS
Rencana kenaikan iuran bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan mendapat dukungan dari Komisi IX, namun dengan catatan kenaikan iuran PBI harus dibarengi dengan perbaikan dan peningkatan pelayanan kepada pasien. Selama ini masih banyak klaim yang disampaikan peserta BPJS atas pelayanan yang kurang baik dan masih banyak penyakit yang belum tercover oleh BPJS.
Penyesuaian tarif PBI menjadi Rp27.500, jumlah ini merupakan usulan awal ketika BPJS Kesehatan akan dibentuk. Dari jumlah ini maka akan ada tambahan sebesar Rp8 triliun untuk menyelenggarakan program ini.
Menyikapi rencana kenaikan iuran PBI ini, Komisi IX melakukan Kunjungan Spesifik ke Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita, Kamis (26/03). Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk melihat tingkat pelayanan yang diberikan Rumah Sakit kepada pasien terutama peserta BPJS.
Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Effendi menjelaskan, kunjungannya ingin fokus pada beberapa penyakit langka yang tidak tertangani oleh BPJS Kesehatan, salah satunya adalah atresia bilier yang merupakan salah satu penyakit langka yang ramai dibicarakan di masyarakat.
Contohnya kasus penyakit atresia bilier yakni seorang anak dibawah usia 1 tahun yang mengalami cacat bawaan dimana ginjal dan hatinya tidak sempurna sehingga mengalami keracunan di dalam tubuhnya. “Ketika kita sidak di RSAB Harapan Kita yang kita pertanyakan bagaimana penanganan terhadap kasus-kasus penyakit langka seperti itu yang membutuhkan penanganan cukup lama dan biaya mencapai 1,2 miliaran rupiah,” ungkap Dede Yusuf.
Menurut politisi PD ini, alokasi anggaran yang disiapkan untuk menangani penyakit langka seperti ini belum ada maksimalnya, berkisar antara 100-300 juta, sehingga perlu penanganan khusus. “ Kita akan mencoba dari INA-CBGs akan memasukkan penyakit langka seperti ini bisa di cover BPJS, namun tidak bisa dilakukan oleh sembarang Rumah Sakit ,” tegas Dede.
Ia juga menyampaikan bahwa ada pasien anak yang sudah dirawat selama 5 bulan lebih dengan menggunakan BPJS dan perwatan tersebut sudah over bahkan nilainya sudah mencapai 800 juta. Padahal yang dicover oleh BPJS hanya 100 juta karena ini merupakan pasien Kelas III. Namun pihak Rumah Sakit memberikan dukungan dengan sisa biaya ditanggung oleh pihak Rumah Sakit.
“Kasus seperti banyak kita temukan di beberapa Rumah Sakit. Ke depan kita akan mendiskusikan dengan Menteri Kesehatan dan BPJS Kesehatan, agar penyakit-penyakit langka seperti ini bisa langsung ditangani tanpa harus menunggu rekomendasi,” tegas dia.
Sistem INA-CBGs merupakan tarif paket pelayanan kesehatan yang mencakup seluruh komponen biaya RS, mulai dari pelayanan nonmedis hingga tindakan medis. Tarif paket dalam INA-CBGs dihitung berdasarkan data di berbagai RS di Indonesia, baik swasta maupun pemerintah.
Temuan selama sidak di beberapa Rumah Sakit dan keluhan dari masyarakat terkait pelayanan BPJS Kesehatan, selanjutnya akan dibahas lebih mendalam oleh Panja BPJS Kesehatan Komisi IX untuk ditemukan titik solusinya. (skr)/foto:naefurodji/parle/iw.