Berdasarkan tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang diatur dalam Pasal 22 D UUD 1945 dimana salah satunya DPD RI memiliki wewenang untuk mengajukan rancangan undang-undang, yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, sumber daya ekonomi yang lain, dan yang berhubungan dengan proporsi keuangan pusat dan daerah.

Berdasarkan kewenangan tersebut di atas, maka DPD RI pada masa sidang pertama tahun 2014-2015 ini akan mengajukan RUU Inisiatif DPD RI tentang Ekonomi kreatif. Akar Ekonomi Kreatif yang dipakai di Indonesia pada awalnya berakar dari definisi yang diterapkan di Departemen Kebudayaan, Media dan Olahraga (DCMS) Inggris.

Dari sembilan bidang Eknomi Kreatif di Indonesia itu, baru satu Undang-Undang yang ada secara khusus yaitu Undang-Undang Perfilman. Sementara yang lainnya masih menjadi bagian dalam Undang-Undang tertentu seperti  UU Cagar Budaya, UU ITE, dan UU Hak Cipta (sebagian besar tercakup dalam RUU Kebudayaan jika disahkan).

RUU Ekonomi Kreatif/Industri Kebudayaan/Industri Kratif menjadi penting untuk dibuat pertama agar ada payung hukum yang tegas untuk mengatur kegiatan yang berhubungan dengan kreatifitas di Indonesia.  Kedua agar regulasi yang terpisah dan berada dalam berbagai Undang-Undang lain bisa menjadi satu. Ketiga agar bisa pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia bisa dilaksanakan dengan landasan hukum yang kuat, terstruktur secara baik dan memiliki penangggung jawab yang jelas.

Hal lain yang menjadi penting dan membutuhkan kehendak politik DPD RI adalah pertama apakah akan menjadikan masing-masing kegiatan industri kreatif itu satu Undang-Undang tertentu, seperti UU Perfilman yang sudah ada. Kedua  menggabungkannya dalam satu UU tersendiri UU Industri Budaya/Ekonomi Kreatif/Industri Kreatif. Pilihan Ketiga adalah dengan memasukkan materi tentang industri kreatif ke dalam UU Kebudayaan.

Secara umum materi muatan RUU tentang Ekonomi Kreatif mencakup mengenai ruang lingkup  industri kreatif, pengaturan pengembangan ekonomi kreatif, promosi ekonomi kreatif, penyelesaian sengketa intelektual, etika pelaksanaan ekonomi kreatif, pengaturan daerah ekonomi kreatif Indonesia, perlindungan bagi pekerja kreatif serta sanksi bagi pelanggaran undang-undang yang dimaksud.

Dari jengkauan pengaturan tersebut di atas, maka arah pengaturan RUU tentang Ekonomi Kreatif akan diselaraskan dengan RUU Kebudayaan yang sampai saat ini masih dalam proses pembahasan di Komisi X DPR-RI. Penyelarasan arah pengaturan tersebut dilakukan agar tidak terjadi disharmoni dan dissinkronisasi antara kedua RUU, karena bagaimanapun juga RUU Ekonomi Kreatif yang berbasi pada Industri budaya, tidak lepas dari RUU lex generalisnya yakni RUU Kebudayaan.