Kebijakan Pemerintah Pusat Hambat Pengendalian Inflasi Daerah
Semangat dan berbagai strategi yang disusun Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam meredam gejolak inflasi justru kerap mentah ketika berhadapan dengan kebijakan pemerintah pusat yang tak sejalan. Contohnya, saat harga beras, bawang merah, cabai rawit, telur ayam ras dan daging ayam ras (volatile food) relatif stabil lalu tiba-tiba pemerintah pusat menaikkan harga BBM, LPG 12kg dan Tarif Dasar Listrik (Administrated Price), tentu saja kebijakan tersebut langsung mengerek harga kebutuhan bahan pokok dan berdampak tekanan pada laju inflasi di berbagai daerah.
Demikian salah satu hal yang dikemukakan Sungkono, anggota Komisi XI DPR RI saat berdiskusi dengan TPID Jawa Timur dalam rangka Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI di ruang pertemuan Bank Indonesia Perwakilan Jawa Timur, Surabaya baru-baru ini.
Lebih lanjut politisi Partai Amanat Nasional ini mengatakan bahwa naiknya harga beras di pasaran tidak dibarengi dengan kenaikan harga gabah di tingkat petani sehingga disparitas harga beras dan gabah tidak dinikmati oleh para petani. “ Jika harga beras mahal, tapi harga gabah di petani murah saya mensinyalir adanya praktek “ijon” oleh para tengkulak (pengepul), mereka sengaja membeli gabah dari petani dengan harga murah lalu menimbunnya, ketika harga beras mahal baru mereka jual ke pasaran,” geram Sungkono.
Disisi lain politisi asal Dapil Jawa Timur ini juga menyoroti kinerja Perum Bulog dalam menyerap gabah hasil panen raya para petani khususnya di Daerah Jawa Timur. “ Saya ingin mengetahui apa saja yang dilakukan Bulog melihat fenomena semacam itu, dimana ada disparitas harga gabah dan beras yang cukup tinggi di tingkat petani, ini kan tidak adil,” ujar sungkono.
Persoalan lain yang tak luput dari perhatian politisi yang selalu memakai kopiah ini adalah langkanya pupuk terutama pupuk bersubsidi. Ia merasakan langsung langkanya pupuk produksi dalam negeri dengan harga yang terjangkau, kalaupun ada biasanya harganya tak menentu. “Saya terpaksa membeli pupuk produksi Jerman dengan harga 6 kali lipat lebih mahal untuk menyelamatkan usaha perkebunan saya, jika tidak maka akan merusak produktifitas tanaman dalam jangka panjang,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Perry Warjiyo, Deputi Gubernur BI mengatakan bahwa jajaran Bank Indonesia (BI) akan selalu berkoordinasi dengan TPID untuk mengantisipasi kebijakan-kebijakan pemerintah pusat terutama terkait Administrative Price.“Utamanya menjelang lebaran kami (TPID) akan bergerak untuk mengendalikan harga,” jelasnya.
Sementara, Perwakilan Bulog Jatim dan Dinas Pertanian Pemprov Jatim berjanji akan bekerja lebih maksimal untuk menyerap produksi gabah dari para petani serta memperbaiki sistem distribusi pupuk, terutama pupuk bersubsidi bagi para petani. (odji) Foto: Naefuroji/parle/od