Implementasi BPJS Masih Bermasalah
Pelaksanaan program BPJS Kesehatan dinilai masih banyak mengalami masalah. Permasalahan dimulai dari hulu, sehingga pelaksanaan di hilir pun pasti akan menemui kendala. BPJS dan Kementerian Kesehatan dianggap belum dapat berkomunikasi dengan baik.
Demikian terungkap saat pertemuan antara Tim Kunjungan Spesifik Komisi IX DPR dengan jajaran manajemen RS Pirngadi, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kota Medan, Perwakilan Kemenkes, serta stakeholder bidang kesehatan, di RS Pirngadi, Medan, Provinsi Sumut, Senin (15/05).
“Kemenkes sebagai regulatornya atau pembuat regulasi, sementara BPJS sebagai operatornya. Sayangnya, antara regulator dan operator ini tidak mempunyai komunikasi yang bagus. Tidak inline,” tegas Anggota Komisi IX Okky Asokawati, usai pertemuan.
Bukan hanya di RS Pirngadi, tambah Politisi F-PPP ini, ia juga sering menemukan temuan dan mendapat keluhan mengenai pelaksanaan BPJS. Bahkan, sebelum BPJS berlaku per 1 Januari 2014, permasalahan juga tercium dari program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
“Saya ingat sekali ketika BPJS mau diberlakukan, hutang Jamkesmas kepada rumah sakit atau pelayanan kesehatan itu masih banyak. Kami teriak-teriak kepada Menkes. Jika program BPJS jalan, sementara pemerintah belum membayar hutang dari program Jamkesmas, maka hutang akan semakin besar,” papar Okky.
Tak heran, Politisi asal Dapil DKI Jakarta ini memperkirakan pelaksanaan BPJS akan menemui masalah. Okky menilai, Kemenkes dan BPJS belum melakukan perbaikan dalam hal manajemen. Terutama, masalah dalam pembayaran klaim kepada RS atau pelayanan kesehatan, yg dirasa masih tidak sesuai dengan jumlah klaimnya.
“Kalau ada yang mengatakan bahwa BPJS bisa bangkrut, menurut saya tidak akan mungkin. Justru yang bisa bangkrut malah RS atau pelayanan kesehatan. BPJS itu mengambil uang dari pemberi iuran, terus uang itu untuk dibayarkan kembali kepada RS. Justru malah yang dikhawatirkan akan mengalami kerugian adalah pelayanan-pelayanan kesehatan ini,” tegas Okky.
Sementara dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi IX DPR Ribka Tjitaning (F-PDI Perjuangan) menyoroti jumlah kamar kelas III di RS, baik negeri maupun swasta yang belum memenuhi dari sisi jumlahnya. Ia menyarankan agar seluruh kamar kelas III dibayar oleh Pemerintah.
“Sebaiknya, kelas III di RS ini dibeli saja oleh Negara, baik negeri atau swasta. karena memang kita butuh kamar kelas III di RS. Karena perbandingan rasionya 1:1000, jika jumlah warga Indonesia 240 juta jiwa, berarti kita harus punya minimal 240 ribu kamar kelas III di RS,” tegas Politisi asal Dapil Jawa Barat ini.
Anggota Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfisz (F-PPP) meminta seluruh permasalahan teknis BPJS Kesehatan untuk terus dibenahi. Sosialisasi ke tengah masyarakat juga perlu ditingkatkan.
“Sosialiasi kepesertaan juga penting. Masyarakat jangan menunggu sakit dahulu baru mendaftar. Karena harus daftar dulu, baru aktifasi seminggu kemudian. Sistem rujukan juga perlu disosialisasikan. Sehingga masyarakat tidak selalu harus langsung ke RS besar, mereka harus mulai dari puskesmas dulu,” ingat Politisi asal Dapil Banten ini.
Sementara sebelumnya, Direktur Utama RS Pirngadi, Edwin Effendi mengatakan permasalahan BPJS Kesehatan selama ini meliputi administrasi, dimana banyak masyarakat belum memahami proses administrasi. Terkait kepesertaan, masih banyak masyarakat yang masuk RS tidak mempunyai kartu JKN.
“Masalah pelayanan, banyak permintaan Kelas I dari pasien, tapi fasilitas terbatas. Banyak sarana prasarana dan obat yang belum lengkap. Masalah klaim, dimana klaim tidak sesuai dengan pelayanan. RS merasa dirugikan,” papar Edwin. (sf) Foto: Sofyan/parle/od