Komisi II Bertekad Selesaikan RUU Pertanahan
Komisi II DPR bertekad akan bisa menyelesaikan RUU Pertanahan guna menjawab permasalahan pertanahan yang terjadi. RUU Pertanahan diharapkan menjadi karya besar DPR yang dapat mempermudah penyelesaikan kasus-kasus tanah.
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria dan anggota Komisi II Budiman Sudjatmiko, saat pertemuan dengan Sekda, Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung beserta jajaran serta Dirjen Penanganan Masalah Agraria Bambang Tri Suryo Binantoro, Senin (28/9) di Bandarlampung .
Menurut Ahmad Riza, kunjungan kerja spesifik ke Lampung kali ini dilatarbelakangi maraknya konflik dan sengketa pertanahan di daerah ini dan juga di daerah lain di Indonesia. Masalah konflik tanah merupakan persoalan besar bagi bangsa karena tidak ada kunjung penyelesaian. Masalahnya bukan makin reda justru bereskalasi dari waktu ke waktu dan mengarah pada tindakan anarkis yang merugikan semua pihak.
Konflik dan sengketa tanah ini sudah lama dibiarkan dan semakin berlarut-larut dan kemudian menjadi kasus yang sangat kompleksdan tidak mudah untuk dipecahkan. Dengan akan dibahasya RUU Pertanahan, dia berharapdapat mempermudah penyelelesaian kasus-kasus tanah .
Hal yang sama ditegaskan anggota Komisi II Budiman denganadanya Menteri Agraria dan Tata Ruang pada pemerintahan sekarang ini diharapkan punya taring untuk kembali menempatkan soal tanah ke masalah agrarian. Acuannya adalah UU Pokok Agraria dan RUU Pertanahan yang sedang disusun.“ RUU Pertanahan harus cepat diselesaikan. Harus menjadi karya besar DPR untuk menjawab masalah pertanahan,” jelasnya.
Politisi PDI Perjuangan ini mengungkap data dari penelitian IPB dan mantan Kepala BPN Joyowinoto, 56% asset nasional kita hanya dikuasai oleh 0,2 % penduduk atau 400 ribu orang saja dari 240 juta, orang di Indonesia. Aset itu sepetitanah, tambang, hutan , gunung, sungai dikuasai hanya oleh 400 ribu orang. Dimana 87% dalam bentuk penguasaan atas tanah sehingga tingkat ketimpangan atastanah adalah 0,6 artinya melampaui koefisien dini atau lketimpangan rata nasional 0,43. Sementara tanah 0,6-07 artinya melampaui ketimpangan rata-rata nasional dan banyak ukuran sudah melampui titik ledak sosial yang luar biasa.
“Karena itu, jangan anggap ringan masalah tanah, dan dikatakan sudah diselesaikan. Soal tanah adalah soal sejarah, folosofi , ideology dan soal ke Indonesiaan. Nggak bisa menyelesaikan masalah tanah secara administrative semata,” tegas dia.
Untuk berbagai kasus tanah di Lampung ini diusulkan gelar perkara dengan melibatkan masyarakat, Pemda, BPN digelar perkara di DPR. Seperti kasus Mesuji yang lalu di DPR. Supaya persoalannya jernih tanpa ada kekisruhan apapun, silahkan Gubernur dan dari pihak perusahaan gulanya (sugar corporation) juga ikut serta ada wakil petani. “Kalau bisa sebelum akhir tahun, untuk mencegah jangan sampai berlarut-larut,” tutup Budiman. (mp)/foto:mastur/parle/iw.