Kinerja BUMN Masih Buruk, Rini Tak Perlu Curhat
Kinerja BUMN dinilai masih buruk, karena semata-mata bekerja untuk mencari kuntungan. Selama ini BUMN belum menjadi lokomotif pembangunan seperti diamanatkan pasal 33 UUD NRI tahun 1945. Ironisnya lagi, Meneg BUMN Rini Soemarno hanya melakukan curhat, belum bekerja nyata.
Demikian penilaian Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan, Senin (5/10), sebelum mengikuti Rapat Paripurna. Rini, ungkap Heri, pernah menyampaikan keluh kesahnya di hadapan Forum Chief Financial Officer (CFO) bahwa BUMN selalu dinilai negatif oleh DPR, karena tidak memikirkan rakyat dan tidak transparan dalam melakukan transaksi. Kritik DPR tersebut, sambung Heri, harus dijawab dengan kerja nyata bukan curhat.
“Selama ini, BUMN masih dijalankan sebagai bisnisa-an. Semata-mata hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya. Padahal, pendirian BUMN didasarkan kepada pasal 33 UUD 1945 dan sesuai UU No.19 Tahun 2003, BUMN punya tanggung jawab sebagai lokomotif pembangunan perekonomian nasioal. Sayangnya, aksi-aksi korporasi BUMN selama ini justru merugikan kepentingan rakyat banyak. Dari tukar guling saham sampai penjualan aset-aset perusahaan,” papar politisi Partai Gerindra ini.
Menurut Heri, banyak BUMN membuat anak perusahaan yang jauh dari core business-nya. Itu yang selama ini membuat BUMN tidak fokus pada bidang usahanya. Bahkan, anak perusahaan tersebut kerap bersaing dengan pengusaha lokal bermodal kecil, sehingga berpotensi mematikan para pengusaha lokal. Ini jelas tidak sehat.
Masalah lain, sambung politisi dari dapil Jabar IV ini, pengelolaan BUMN masih tidak transparan dan efisien. Banyak BUMN yang sudah mendapat suntikan PMN, tapi tetap merugi. Ini perlu pengasan ketat dari DPR. Belum lagi soal tiga bank BUMN yang meminjam dana miliaran dolar ke Cina. “Kalau DPR tidak mengawasi, kebijakan strategis seperti itu bisa mengancam ketahanan ekonomi nasional. Bayangkan saja itu adalah pinjaman jangka panjang yang berisiko besar bagi BUMN dan negara.”
Pada bagian lain, Heri juga mengeritik Pertamina yang tak mau menurunkan harga BBM walau harga minyak dunia terus menurun dengan alasan berpotensi merugi. “Ini, kan, aneh. Padahal kalau ditilik lebih dalam, harga keekonomian BBM Indonesia masih lebih tinggi daripada Malaysia. Akhirnya muncul pertanyaan, mana tugas Pertamina yang menyediakan harga BBM dengan wajar untuk menopang ekonomi nasional?” urainya penuh tanda tanya. Seraya menambahkan, harga BBM yang tinggi juga menajdi sebab utama inflasi yang tinggi.
Meneg BUMN harus kembali mengarahkan kerja BUMN secara profesional, efisien, dan transparan. Diakui Heri, hal ini memang tidak mudah. Tapi dengan sinergi yang kuat, BUMN bisa bangkit. “Komisi VI DPR akan terus mendukung upaya-upaya perbaikan BUMN demi pencapian tugasnya sebagai agen pembangunan nasional,” tutupnya. (mh)/foto:iwan armanias/parle/iw.