Belum Ada Payung Hukum Bela Negara

13-10-2015 / KOMISI I

 

Anggota Komisi I DPR Tubagus (TB) Hasanuddin mempertanyakan rencana Menhan Ryamizard Ryacudu yang akan merekrut 100 juta orang untuk pembinaan bela negara mulai tahun ini. Rencana merekrut 100 juta orang untuk mengikuti program bela negara tidak dibarengi dengan sarana dan prasarana yang Indonesia miliki saat ini.

"Rasanya sulit (rekrut 100 juta orang mengikuti bela negara). Pertama, dilihat dari targetnya ini berarti 10 juta orang per tahun atau 833.000 orang per bulan. Jumlah ini sangat fantastis dibandingkan dengan sarana pelatihan yang dimiliki oleh Badiklat (Badan Pendidikan dan Latihan) Kemenhan yang hanya mampu menampung 600 orang saja," jelas TB Hasanuddin sebelum mengikuti Rapat Paripurna DPR, Selasa (13/10/2015).

Sedangkan, menyangkut anggaran, sampai saat ini, DPR bersama pemerintah belum pernah mendiskusikannya secara rinci berapa biaya yang dibutuhkan untuk melatih 100 juta orang tersebut.Terkait program bela negara ini, TB Hasanuddin menyatakan membutuhkan payung hukum berupa perundang-undangan guna membuat parameter yang jelas.Misalnya, kebijakan bela negara seperti apa, pelaksananya siapa, pelakunya siapa dan kategori umur berapa, sistem rekrutmen seperti apa, sistem pelatihannya, kurikulumnya bagaimana.

"Peraturan-peraturan pendukungnya seperti perpres atau keppres juga masih belum jelas. Tanpa UU Bela Negara, dan tanpa aturan pendukungnya akan sulit untuk mewujudkan kebijakan dan upaya bela negara itu," jelasnya.

Kewajiban bela negara saat ini baru sebatas diatur di dalam UUD 1945. Pada Pasal 30 ayat (1) disebutkan "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara".

Sementara, untuk syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara diatur dalam UU sendiri. Hal itu sesuai dengan bunyi ayat (5) pada pasal tersebut.

"Menurut UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Pasal 9 ayat (3) juga disebutkan ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan UU. “Jadi sampai sekarang, kita belum memiliki UU Bela Negara," ungkapnya.

“Implementasi program bela negara jangan tergesa-gesa tanpa payung hukum, agar tidak menimbulkan salah tafsir,” harapnya.

Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan konsep bela negara baik dalam konteks menumbuhkan kesadaran masyarakat.

Dia mencontohkan, ketika perang kemerdekaan kesadaran bela negara rakyat tinggi, sehingga siap mengangkat senjata, lalu setelah perang selesai rakyat kembali ke profesinya masing-masing.

"Bela negara saat ini, bukan semata dilatih menembak, makanya dibutuhkan undang-undang. Misal, ada bencana kan anda ikut membantu, itu kan harus ada kesadaran bela negara, selain itu untuk menumbuhkan rasa kesadaran memiliki Indonesia dan menjaga Indonesia" terang dia. (skr)/foto:naefurodji/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Indonesia Masuk BRICS, Budi Djiwandono: Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS. Budi juga...
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...