Hasil FGD Pertanahan, Moratorium UU Pertanahan DIY

27-10-2015 / KOMISI I

Adanya silang sengkarut pertanahan di Daerah Istimewa Yogjakarta yang terjadi belakangan ini, dimana tidak sedikit terjadi sengketa  tanah antara masyarakat dan kesultanan dalam hal ini kraton. Itulah yang kemudian mendorong DPR untuk campur tangan membentuk Tim Pemantau perundangan.

 “Sejatinya tidak hanya adanya sengketa tanah antara masyarakat dan Kraton, namun juga adanya silang sengkarut tata perundangan yang ada,”ungkap Wakil Ketua Komisi I DPR, Hanafi Rais dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang Pertanahan di DIY yang digelar DPR RI pada Senin (26/10) di Senayan Jakarta.

Dijelaskan Hanafi yang ketika itu bertindak sebagai moderator, satu sisi daerah kesultanan dengan keistimewaannya yang menjdi bagian dari rezim undang-undang Peraturan daerah (UU Perda). Namun ketika bicara tentang pertanahan, hal itu menjadi rezim Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Dan ketika kedua rezim itu dibenturkan dalam satu UU keistimewaan daerah, pengimplementasinya di masyarakat menimbulkan masalah.

“Undang-undang keistimewaan ini turunannya Undang-undang Perda dalam level daerah, namun selama ini belum ada Perdais (peraturan daerah istimewa). Tetapi yang dijalankan Keraton atau Kesultanan sebagai subyek hokum dalam UU Keistimewaan sudah masuk terlalu jauh melakukan pendataan, melakukan sertifikasi tanah, mengeluarkan peraturan gubernur dengan pertanahan. Sementara paying hukumnya belum ada atau belum jelas. Hal inilah yang menimbulkan keresahan di masyarakat Yogja, dimana mereka sudah menempati, menghuni dan mengolah tanah sudah puluhan tahun dan turun temurun menjadi ragu, jangan-jangan sewaktu-waktu bisa ditarik atau dialih fungsikan,”papar Politisi dari Fraksi PAN ini.

Pada akhir FGD tersebut salah seorang pakar, Kus Sri Antoro yang menjadi narasumber dalam diskusi tersebut sempat memberi masukan untuk memoratorium terlebih dahulu undang-undang pertanahan di DIY. Hal tersebut pun diamini oleh narasumber lainnya seperti Ni’matul Huda, Ahmad Nashih Luthfi, Dianto Bachriadi serta anggota DPR yang menjadi Tim Pemantau.

“Moratorium atau penghentian Undang-undang pertanahan di daerah istimewa itu sangat memungkinkan, sampai kemudian disinkronisasi dan diharmonisasi pertanahaan dalam UU Keistimewaan dan UU PA itu selesai. Setelah payung hukumnya jelas dan Perdais nya bisa dibuat, baru bisa dilaksanakan. Sehingga kegelisahan masyarakat Yogja akan tanahnya bisa tersalurkan,”pungkas Hanafi sambil berjanji akan membawa hasil FGD tersebut ke Komisi terkait, yakni Komisi II dan Badan Legislasi DPR untuk proses harmonisasi dan sinkronisasi. (Ayu) Foto: Jaka Nugraha/parle/od

BERITA TERKAIT
Indonesia Masuk BRICS, Budi Djiwandono: Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS. Budi juga...
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...