Pansus Pelindo II Temukan Potensi Kerugian Negara dan Pelanggaran UU
Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II DPR terus mendalami beberapa temuan-temuan berkaitan dengan beberapa kasus di PT. Pelindo II. Pansus menemukan potensi kerugian negara dan pelanggaran peraturan perundang-undangan.
Anggota Pansus Pelindo II Masinton Pasaribu dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menjelaskan beberapa temuan-temuan berkaitan dengan beberapa kasus di Pelindo II, antara lain kasus pertama mengenai kasus pengadaan barang dan jasa yaitu 10 unit mobil crane dan 3 unit Quay Container Crane (QCC), serta pengadaan IT.
Selain itu, berkaitan dengan Perpanjangan kontrak pengelolaan terminal peti kemas yaitu yang dikerjasamakan anak perusahaan PT.Pelindo II dengan perusahaan Hongkong. Selanjutnya masalah pengelolaan Terminal Peti Kemas Koja dan berkaitan dengan pembangunan pelabuhan baru (Neo Priok) dengan pinjaman utang dengan Global Bond yang dibiayai oleh sindikasi bank internasional.
Masinton mengutarakan bahwa Pansus sedang mendalami khusus dengan perpanjangan kontrak pengelolaan peti kemas di Priok antara anak perusahaan PT. Jakarta International Container Terminal (PT. JICT) dengan perusahaan Hongkong HPH, yang berpotensi negara dirugikan lebih dari Rp.20 Triliun.
“Potensi kerugian negara yang sangat besar, tadi juga berkaitan juga bagaimana Pansus ini bisa mengembalikan aset pelabuhan yang telah digadaikan pada asing itu,” katanya, Selasa dini hari (1/12), usai Rapat Konsinyering, di Jakarta.
Pansus juga sedang mendalami adanya unsur pelanggaran Undang Undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. “UU tentang Pelayaran mengamanatan pengelolaan pelabuhan itu harus mendapatkan ijin konsesi dari regulator dalam hal ini pemerintah yang diwakili Menteri Perhubungan,”ungkapnya.
Disamping itu pelanggaran UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkaitan dengan tata kelola BUMN yang benar. Menurut Masinton, Pansus akan menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan tata kelola BUMN dengan dasar pembentukan BUMN adalah implementasi dari pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 yakni cabang-cabang produksi yang berkaiatan dengan rakyat banyak dikuasai negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Pansus ini juga menginvestigasi bagaimana tata kelola BUMN pada secara keseluruhan. Pelindo II hanya sebagai modus saja. Pintu masuk kita, bahwa tata kelola seperti ini model tata kelola yang tidak benar, seperti banyak mismanagemen, korupsi, dan lain lain juga terjadi di BUMN-BUMN Indonesia secara keseluruhan,” paparnya.
Untuk itu Pansus juga akan meminta pertanggungjawaban baik itu kepada pemerintah dalam hal ini Menteri atau Direktur Utama PT. Pelindo II. Karena ini berkaitan adanya ijin prinsip yang diberikan oleh Menteri BUMN kepada Dirut Pelindo II untuk melakukan perpanjangan kontrak itu.
“Kita akan memanggil Menteri Perhubungan dan Menteri BUMN dari pihak pemerintah. Kemudian juga akan memanggil Dirut Pelindo II. Pansus juga sudah memanggil Dirut PT.JICT,” tegasnya.
Kemudian Masinton menambahkan, Pansus Pelindo II akan melaporkan hasil kerja sebelum penutupan masa sidang tanggal 18 Desember 2015. Pansus akan ada kesimpulan yang nanti berkaitan dengan perpanjangan kontrak PT. JICT yang selama ini sudah didalami, serta selesai masa persidangan ini iuga akan melanjutkan lagi mendalami tentang Neo Priok. (as) Foto: Naefuroji/parle/od