Nasril Bahar : Kabupaten Kurang Efektif Awasi Pendistribusian Pupuk

14-03-2016 / KOMISI VI

Anggota Komisi VI DPR Nasril Bahar mengatakan terjadinya permasalahan kelangkaan pupuk dikarenakan ada mafia yang menyelewengkan pendistribusian pupuk dan kurang efektifnya pengawasan di tingkat kabupaten.

 

"Lini empat pengawasannya ada di Kabupaten. nah Kabupaten lah yang bertanggungjawab, Kabupaten ini ya kepala daerah, pengawasan di lini empat ini yang belum efektif, dan justru tidak terjadi," ungkap Nasril saat rapat Komisi VI melakukan RDP dengan Deputi Bid. Usaha Industri Agro dan Farmasi Wahyu Kuncoro, Dirut PT. Pupuk Indonesia Aas Asikin di Gedung DPR, Jakarta, Senin (14/3). 

 

Nasril yang juga anggota DPR dari dapil Sumatera Utara III ini juga menerangkan, meskipun di dalam industri pupuk kemungkinan bisa terjadi penyelewengan, namun dia belum menemukan ada indikasi yang mengarah ke sana.

 

“Menurut saya, kemungkinan besar penyelewengan ada di lini empat, yakni di tingkat kepala daerah, dan dari dalam industri pupuk itu ada tapi kami tidak menemukan, karena tugas mereka hanya pada ke lini tiga," jelas Nasril. 

 

Ditambahkannya, oknum aparat kepolisian yang seharusnya melakukan tindakan pada penyelewengan ini absen dalam tugasnya. “Saya lihat oknum aparat bekerja tergantung pesanan," dakwa Nasril. 

 

Politisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini memperinci penjelasannya, bahwa permainan mafia yang mengakibatkan kelangkaan pupuk itu ada pada tingkat distributor dan pengecer, sehingga petani banyak yang tidak kebagian pupuk dikarenakan kekurangan pasokan.

 

"Permainannya ada di tingkat pengecer, terkadang juga ada pada tingkat distributor yang tidak komit untuk menyalurkan kepada petani, malahan ada pengecer dan distributor yang justru menjual pupuk kepada mafia bukan pada petani," tegasnya. 

 

Selain mafia, lanjut Nasril, juga ada persolan kurangnya koordinasi pada pemangku kepentingan yang bertanggungjawab. Padalah menurut laporan PT. Pupuk Indonesia, pupuk yang diproduksi sudah diprediksi cukup memenuhi kebutuhan petani.  

 

"Kurang koordinasinya antara pemangku kepentingan, dari proses lini satu hingga lini empat, ini adalah satu hal yang belum didapatkan solusinya," pungkasnya. (eko,nt) foto : jaka/parle/hr.

 

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...