ANGGOTA KOMISI IX DPR MINTA PENANGANAN TKI HARUS LEBIH BAIK LAGI

10-02-2010 / KOMISI IX

Anggota Komisi IX DPR RI Riski Sadiq dari F-PAN mengatakan, prosedur penanganan keberangkatan dan kepulangan para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri terlalu berbelit-belit yang mengakibatkan rawan penyelewengan.

 “Komisi IX DPR menemukan banyak keganjilan ditempat penampungan para TKI di Terminal-4 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng,” jelas Riski ketika ditemui di ruang kerjanya, Gedung Nusantara I DPR, Senin (8/2). 

Lebih lanjut Riski mencontohkan permasalahan asuransi bagi para TKI, yang seharusnya bisa diselesaikan di Terminal-4 Bandara Soekarno-Hatta tapi bukan diselesaikan di tempat lain yang harus melalui sebuah proses yang panjang.

Riski menilai, Terminal-4 Bandara Soekarna-Hatta selama ini hanya dimanfaatkan sebagai tempat pelaporan bagi TKI yang akan melakukan klaim asuransi, selanjutnya mereka harus pulang ke daerah dan  mereka melaporkan kepada sponsor atau “calo-calo” mereka yang kemudian dijanjikan akan diurus kepada Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).

Menurut Riski, yang bertanggungjawab terhadap penampungan TKI di Terminal-4 Bandara Soekarna-Hatta ini adalah Badan Nasional Penempatan dan Penampungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2-TKI). Tapi problemnya, jelas Riski, BNP2-TKI tidak bisa banyak berbuat dikarenakan persoalan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). “PPTKIS inilah yang seharusnya  mencarikan solusinya,” jelasnya. 

Riski menegaskan, keberadaan Terminal-4 itu harusnya bisa menyelesaikan semua persoalan dengan onestop shopping atau satu kali mereka datang. Sehingga para TKI dapat mengurus semua dokumentasi dan dapat menyelesaikan semua persoalan sehingga mereka dapat pulang ke kampung halamannya dengan tenang. “Saya kira itu yang penting,” tegasnya.

Riski menambahkan, masih banyak juga kalangan yang menginginkan Terminal-4 itu tetap ada dengan sebuah perombakan yang sistematis. Karena menurutnya, dengan tempatnya yang bagus serta pelayanannya yang baik bisa menjadi sebuah sarana untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh tenaga kerja kita. “Ini yang saya pikir sebetulnya pelakunya atau pelaksananya harus dibenahi,” tambah Riski. 

Riski menegaskan kembali, untuk perusahaan-perusahaan tenaga kerja yang memang tidak melayani para TKI dengan maksimal dan tidak mau melakukan ini dengan cara yang baik untuk melindungi TKI dan orientasinya hanya bisnis saja, Riski menyarankan agar perusahaan tersebut ditutup. “Kalau perusahaan tidak becus mengurusi para TKI dan hanya berorientasi bisnis sehingga mengorbankan TKI, bubarkan saja,” tegasnya.

Tapi prinsipnya, kata Riski, problem-problem yang dihadapi TKI ditempat penampungan itu seharusnya bisa dicarikan jalan keluar. Sedangkan mengenai pelaksananya apakah BNP2-TKI atau siapapun yang mendapatkan tanggungjawab untuk menangani itu, memang harus mereformasi diri untuk membahas bersama dengan semua pihak terkait dan duduk bersama untuk mencarikan solusinya.

Jadi siapa yang bertanggungjawab terhadap pembuat kebijakan dan siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sehingga kalau ada penyimpangan itu DPR bisa menegur sesuai dengan fungsi DPR, jelasnya.

“DPR dalam hal ini ‘kan hanya bisa melakukan pengawasan, membuatkan payung hukum kalau dibutuhkan aturan perundang-undangannya,” ujarnya.

 Satu hal yang menjadi perhatiannya, ketika DPR bertanya kepada BNP2-TKI mengenai permasalahan yang dihadapi oleh TKI, mereka selalu menjawab hal tersebut adalah tanggungjawab Menakertrans, dan ketika DPR bertanya kepada Menakertrans jawabannya adalah tanggungjawab BNP2-TKI. “Ini ‘kan jadinya lempar-lempar tanggungjawab,” terangnya.

Riski mengkhawatirkan ada orang-orang yang memanfaatkan perberdaan pendapat antara BNP2-TKI dengan Menakertrans, kemudian sengaja memelihara dan mengambil keuntungan di tengah-tengah itu. “Tapi seandainya Menakertrans tidak mampu menyelesaikan persoalan ini ya.. dia juga harus bertanggungjawab karena ini adalah kewenangan dia sebagai Menakertrans, tambahnya.

Riski mengakui memang sampai saat ini Komisi IX DPR belum pernah mengundang Menakertrans dan BNP2-TKI dalam satu rapat untuk membahas permasalahan ini. Tetapi rekomendasi setiap rapat kerja dengan Menakertrans bahwa itu harus segera dilakukan sudah sering.

Riski menambahkan, Komisi IX DPR akan membuat Panitia Kerja (Panja) khusus untuk perlindungan TKI dan untuk menyelesaikan dualisme kepentingan antara Menakertrans dan BNP2-TKI. Karena menurut Riski ini masalah yang sangat serius karena berhubungan langsung dengan masyarakat kecil.

“Secepatnya BNP2-TKI dan Menakertrans duduk bersama untuk mencarikan jalan keluarnya supaya tidak ada pihak-pihak  yang memanfaatkan khususnya PPTKIS itu, selama ini masih bermasalah maka selamanya juga ada pihak-pihak yang menunggangi,” himbaunya.(iw)

BERITA TERKAIT
Hubungan Baik Indonesia-Malaysia Harus Jadi Dasar Penuntasan Kasus Penembakan PMI
29-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR, Surya Utama alias Uya Kuya, menyayangkan insiden penembakan terhadap lima Pekerja Migran Indonesia...
Tidak Semua Jenis Serangga Aman Dikonsumsi, Kepala BGN Harus Hati-Hati Usulkan Wacana
29-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Alifudin meminta agar usulan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, yang...
Nurhadi Kecam Penembakan Lima Pekerja Migran Indonesia di Malaysia
29-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi mengecam tragedi penembakan terhadap lima pekerja migran Indonesia (PMI) di perairan...
Transformasi BP2MI Jadi Kementerian, Kurniasih Dorong Perlindungan PMI Lebih Maksimal
24-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mendorong semakin baiknya perlindungan Pekerja Migran Indoensia (PMI) seiring perubahan...