KOLEGIUM KEDOKTERAN DIMINTA PENUHI KEBUTUHAN DOKTER DI INDONESIA
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Golkar Charles J. Mesang meminta seluruh stake holder di bidang pendidikan kedokteran khususnya Kolegium Kedokteran Indonesia lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan dokter di seluruh Indonesia di bandingkan dengan memberikan ujian bagi dokter yang baru lulus pendidikan kedokteran.
Hal tersebut disampaikan Charles dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi IX yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IX Ahmad Nizar Shihab dengan Dirjen Dikti Kemdiknas, Kepala Badan PPSDM Kemkes, Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia, Ketua Konsil Kedokteran, Dekan Fakultas Kedokteran UI dan Majelis Pertimbangan Kedokteran Swasta Seluruh Indonesia membahas tentang Sistem Pendidikan Kedokteran, di Gedung DPR, Senin (15/2)
Menurut data BAPPENAS 40% puskesmas di Indonesia tidak ada dokternya dan lebih dari 1.500 dokter tidak lulus uji. “Apakah ujian itu bisa ditunda, penuhi dulu kondisi sekarang,” terang Charles.
Charles menjelaskan bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah bagaimana seorang dokter dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh untuk kepentingan rakyat. “Bukan ujian yang hanya 2 jam dan tidak lulus,” katanya.
Sebaiknya menurut Charles Kolegium melakukan ujian tidak menggunakan konsep-konsep yang notabene merugikan bangsa dan negara. “Yang disebut dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran bukan ujian tapi uji kompetensi,” terangnya.
“ Melalui forum ini, masalah kolegium saya usul untuk amandemen UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, “ tambah Charles.
Sedangkan Surya Chandra Anggota Komisi IX dari Fraksi PDI Perjuangan menanyakan masalah krusial pendidikan kedokteran di Indonesia. “Jika ada uji kompetensi seperti yang dipaparkan tadi, berarti ada masalah kualitas dalam pendidikan kedokteran,” kata Surya.
“Kita mendengar konplik antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional mengenai pendidikan kedokteran, apakah cukup persoalan itu dipayungi oleh UU tentang Praktek Kedokteran,” paparnya.
Menurut Chandra UU tentang Praktek Kedokteran hanya untuk dokter yang sudah lulus walaupun Kolegium yang bertanggung jawab untuk mengetes uji kompetensinya, dan perlu dibuat rencana strategis pendidikan kedokteran. “Sebetulnya apa rencana strategi pendidikan kedokteran ke depan dan juga pembangunan kesehatan di Indonesia,” katanya.
Mendengar dan melihat banyaknya keluhan rakyat tentang cara dokter berpraktek, menurut Chandra pendidikan kedokteran di Indonesia belum cukup. “Pendidikan kedokteran mendidik dokter bukan hanya kompetensinya, tapi profesinya didalam berempati, berkomunikasi dengan rakyat. Apakah termasuk dalam kurikulum”, paparnya.
Senada dengan Charles dan Surya, Risky Sadig Anggota Komisi IX dari Fraksi PAN menyatakan realitasnya negara Indonesia kekurangan dokter, dokter lebih banyak di perkotaan namun juga tidak bisa berpraktek sebagai dokter karena tidak lulus ujian, dan daerah-daerah terpencil tidak punya dokter.
Dari semua masalah itu menurut Risky dibutuhkan rencana strategis. “Harus ada renstra bersama tidak hanya dari sisi produk kedokterannya atau sisi kualifikasi. Menjadi dokter yang punya kompetensi dari sisi keilmuannya dan pelayanannya. Karena selama ini Pelayanan terhadap pasien kita juga kurang, makanya terjadi eksodus banyak pasien ke rumah sakit negara tetangga kita,” papar Risky.
Selain itu Risky menambahkan, “Dibutuhkan strategi bagaimana mewujudkan agar anak-anak didik fakultas kedokteran mau ditempatkan di daerah terpencil,” tambahnya. (sc)