Okky Soroti Pelaksanaan Ibadah Haji
Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati menyoroti penyelenggara haji, dalam hal ini Kementerian Agama, dalam pelaksanaan ibadah haji tahun ini. Ia menilai belum adanya kerjasama lintas sektoral yang baik antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama. Menurutnya, Kemenkes masih bersikap ego sektoral.
Demikian ditekankannya di sela-sela rapat kerja antara Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/08/2016). Okky melihat, Kemenkes tidak menyiapkan sarana dan prasarana kesehatan dengan lengkap, namun hanya menyediakan tenaga kesehatan dan obat-obatan.
“Ketika kita berbicara ibadah haji maka harus ada perangkat lain yang harus dipersiapkan agar ibadah calon haji bisa berjalan dengan baik. Seperti misalnya ambulans atau bus terbuka yang bisa dilakukan untuk wukuf bagi mereka yang tidak bisa berjalan. Kami melihat ini masih kurang,” kritik Okky.
Oleh karena itu, tambah politisi F-PPP itu, pihaknya meminta agar Kemenkes melakukan sesuatu yang tidak seperti biasa. Kemenkes perlu berkoordinasi dengan Kemenag, agar ibadah haji tidak hanya sekedar menyiapkan tenaga kesehatan, tetapi ada hal terkait dari segi sarana dan prasarananya.
Sementara itu, terkait penyelenggaran Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Okky mengkritisi mengenai tidak samanya klaim pembayaran yang dilakukan BPJS Kesehatan, karena dilihat berdasarkan jenis rumah sakitnya.
“Saya tidak mengerti soal ini. Makanya saya meminta penjelasan dari Menkes kenapa klaimnya berbeda setiap rumah sakit, padahal alat dan tindakan yang dilakukan setiap rumah sakit sama saja,” herannya.
Selain itu menurut Okky, ternyata klaim BPJS Kesehatan ini menerima kurang lebih 38 juta klaim tetapi yang bisa dibayar oleh BPJS Kesehatan hanya 50 persen. Artinya ini ada sesuatu yang sangat memprihatinkan, karena pasien harus membayar dengan biayanya sendiri penyakitnya ini.
“Kami juga meminta penjelasan dari Kemenkes mengapa hanya 50 persen klaim yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Apakah itu terkait verifikator yang tidak kompeten atau justru terkait pasien yang belum menyelesaikan data-data atau formulir yang harus terselesaikan. Harus dicarikan solusinya,” tegasnya.
Politisi asal dapil DKI Jakarta itu menegaskan, karena jika hanya 50 persen yang diklaim, ini artinya rakyat lagi yang kesusahan, ketika harus membayar klaim tersebut. (rnm,sf,nt),foto: jayadi/hr.