Baleg Pertimbangkan RUU Jabatan PPAT Masuk Prolegnas Prioritas

24-08-2016 / BADAN LEGISLASI

Badan Legislasi (Baleg) DPR akan mempertimbangkan usulan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) untuk memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ke dalam Prolegnas Prioritas tahun 2017. Salah satu yang menjadi urgensi berkaitan dengan ke-auntetikan akta PPAT.

 

Demikian dikatakan Ketua Baleg Supratman Andi Agtas, saat audiensi dengan IPPAT di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/08/2016). Politisi F-Gerindra itu mengatakan pihaknya akan mendalami urgensi RUU tersebut untuk dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas tahun depan.

 

“Jadi ada dua pilihan, karena di dalam UU Pertanahan itu, satu-satunya pasal yang menyebut pejabat pembuat akta tanah hanya terdapat di pasal 52 ayat 6. Nah, ini menjadi dilematis dan bisa menjadi perhatian kita. Apakah memang ada urgensinya untuk diajukan sebagai RUU baru atau bisa menempel di dalam RUU Pertanahan,” ungkap politisi asal dapil Sulteng itu.

 

Sementara itu sebelumnya, Anggota Baleg Ammy Amalia Surya sebagai pengusul RUU tentang Jabatan PPAT mengatakan urgensi dari RUU ini, karena adanya multitafsir terhadap akta PPAT.

 

“Padahal, akta PPAT merupakan dokumen pertanahan yang penting karena semua pencatatan mengenai hak milik dan peralihan hak atas tanah itu tercatat didalamnya,” ungkap Ammy.

 

Politisi F-PAN itu menambahkan, adanya perbedaan persepsi terkait akta PPAT itu, menjadi salah satu penyebab berbagai permasalahan sengketa tanah yang terjadi selama ini. Sebab, masih banyak penegak hukum yang tidak mengakui akta PPAT adalah akta otentik, walaupun sudah disebutkan dalam PP No 24 Tahun 2016 yang menyatakan PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik.

 

“Bahkan yurisprudensinya juga masih sering digunakan apabila terjadi sengketa tanah. Nah, kalau bukan otentik, berarti sifatnya masih akta bawah tangan, ini yang menjadi permasalahan. Karenanya, saya mengusulkan bahwa multitafsir ini kita jadikan satu tafsir bahwa akta PPAT sama seperti notaris, dengan meningkatkan PP menjadi UU,” jelas politisi asal dapil Jawa Tengah itu.

 

Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum PP IPPAT Syafran Sofyan. Syafran mengungkapkan, dibutuhkan persamaan persepsi mengenai akta yang dikeluarkan PPAT. Pasalnya, masih banyak penegak hukum yang merujuk pada Pasal 1868 KUH Perdata yang menyebutkan akta otentik adalah akta yang dibuat di hadapan pejabat yang diatur oleh Undang-Undang. Sementara, PPAT hanya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

“Baik dari kepolisian, kejaksaan, dan hakim masih banyak yang tidak mengakui apakah akta PPAT ini otentik atau bukan. Padahal yang kita lakukan itu nilainya jauh lebih besar dari akta notaris yang hanya mencapai seperlima dari akta PPAT,” katanya. (ann,sf,nt) Foto: Jayadi

BERITA TERKAIT
Peringatan Legislator Soal IUP untuk Ormas: Tambang Bukan Sekadar Soal Untung
30-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Edison Sitorus, menyoroti revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba)...
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...