BATAS WILAYAH RI - TIMOR LESTE HARUS DIPERJELAS

11-03-2010 / KOMISI I


 

DPR mendorong dibicarakannya kembali batas wilayah NKRI dengan Republik Demokrasi Timor Leste melalui perundingan antar negara.  Hal itu Mengingat batas laut dengan daratan kedua negara masih menjadi sengketa."Batas wilayah yang belum jelas perlu dirundingkan dan disinkronkan kembali bahkan jika bisa melakukan foto udara," ujar ketua rombongan Tim Kunjungan Kerja Komisi I DPR ke Nusa Tenggara Timur (NTT) TB. Hasanuddin (F-PDI Perjuangan), Selasa (9/3).

Selama ini, batas laut dan darat antara RI – RDTL masih sering diperdebatkan , bahkan saling klaim dari masing - masing negara. RDTL sendiri sudah membangun kantor imigrasi di wilayah yang masih menjadi sengketa.

"Sehingga perlu sebuah manajemen yang terkelola secara terpadu, walaupun sudah ada hubungan baik antar negara," katanya seraya menambahkan rencana pembuatan dan pemasangan pilar-pilar perbatasan perlu didorong.
Masalah titik batas wilayah, menurut Hasanuddin akan didaftarkan untuk ditindaklanjuti Departemen Dalam Negeri.

 "Ini akan menjadi isu internasional guna penyelesaian kasus," katanya.

Perbatasan merupakan masalah antara Legislatif, Ekesekutif dengan bantuan Pemerintag Daerah setempat.. "Semua permasalahan akan dibawa dalam rapat kerja dengan menteri terkait. Untuk mencari solusi kerangka terbaik menjaga keutuhan NKRI," ujarnya.

Jika masalah perbatasan bisa dilaksanakan oleh pemerintah daerah, pihaknya akan menguatkan kebijakan di pusat. Dalam kunjungan lapangan ke wilayah perbatasan Timor Leste dengan RI, ia menilai wilayah perbatasan Indonesia lebih baik ketimbang Timor Leste. Namun demikian, pemerintah perlu lebih memperhatikan daerah perbatasan agar tidak kalah tersaingi. Bila dilihat dari segi keamanan perbatasan, kata Hasanuddin, situasinya cukup kondusif. Sehingga diantara tentara terlihat ada saling pengertian seperti saudara.

Sementara itu Guntur Sasono (F-PD) menilai dalam pengelolaan perbatasan pejabat daerah harus dilibatkan untuk mempunyai otiritas. "Perundingan jangan dilakukan dipusat, tetapi langsung di daerah agar langsung tersentuh," katanya.
Anggota Tim Kunker lainnya, Hidayat Nur Wahid (F-PKS) meminta pihak pemda untuk memberi nama pada pulau-pulau terdepan. Dari 1.000 pulau yang ada, hanya 400 pulau yang telah mempunyai nama.

"Ini penting untuk penegasan wilayah," katanya.

Sebelumnya, Wakil Gubernur Provinsi NTT Eston L.Foenay mengungkapkan jumlah luas pulau di wilayah NTT sebanyak 566 buah baik yang berskala besar maupun kecil, sedangkan pulau yang bernama 432 buah.

"Wilayah NTT lebih banyak lautan daripada daratan," katanya.

Lebih jauh, ia menjelaskan kendala permasalahan pelanggaran batas saat ini adalah kepastian garis batas yang belum definitif, sikap dan budaya kekerabatan pada masyarakat di perbatasan, pemahaman garis batas negara yang tidak tercerna dalam konsep komunikasi antar warga negara sekitar perbatasan.

Kemudian permasalahan perbatasan di perairan laut, belum ada penetapan garis perbatasan perairan laut di utara dan selatan Timor sampai ke Maluku Tenggara Barat.

Lebih lanjut, kata Eston, pulau-pulau kecil terdepan seperti Pulau Batek yang tidak berpenghuni, menjadi daerah terbuka dan rawan pelanggaran garis perbatasan. Baik ilegal imigran, illegal fishing, dan human traficking.

"Perlu ditinjau kembali titik dasar baru di pulau sebelah utara Timor," harapnya.
Untuk permasalahan di darat, menurut Eston, masih terdapat 10 titik bermasalah dengan konflik di masyarakat yang sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU). Permasalahan penentuan garis batas negara di darat di wilayah Timor pada sektor barat dan timur, terjadi karena perbedaan penafsiran dan klaim masyarakat adat di beberapa segmen.

"Mereka masih berpegangan pada kesepakatan adat," katanya.

Belum selesainya pelaksanaan secara menyeluruh sosialisasi tatabatas yang disepakati oleh kedua belah pihak termasuk rencana pembuatan dan pemasangam pilar-pilar batasnya. Selain itu, adalah adanya keterbatasan tanda dan titik koordinat kontrol pada pulau-pulau terdepan termasuk sarana pendukung pemantauan. (da)

BERITA TERKAIT
Indonesia Masuk BRICS, Budi Djiwandono: Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS. Budi juga...
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...