Pemberantasan Terorisme Bukan Sekedar Penindakan Tapi juga Pencegahan
DPR RI menginginkan yang dilakukan oleh pemerintah dalam melaksanakan pemberantasan tindak pidana terorisme bukan hanya sekedar penindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, namun harus disertai pula dengan pencegahan, penindakan, dan penanganan terhadap korban.
Menurut Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Muhammad Syafi’i, dalam RUU yang diajukan Pemerintah kepada DPR, kontennya lebih pada penindakan, setelah melalui pendalaman di DPR kemudian Pansus membagi pembahasannya pada tiga bagian besar yakni pencegahan, penindakan, dan penanganan pasca peristiwa teroris.
“Kita (DPR) ingin UU itu jangan untuk menghukum, bahwa aspek hukuman itu tetap ada, tapi lebih dari itu bagaimana orang tidak lagi melakukan pelanggaran hukum. Oleh karena itu kita membagi pembahasan dari pencegahan, penindakan dan penanganan korban. Selama ini hanya penindakan, dan tidak dicegah orang untuk menjadi teroris. Dalam kasus Ini bangsa kita juga dan bisa kita cegah,” kata M. Syafi’I, dalam Raker dengan Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly, mengagendakan penyerahan DIM Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, (14/12/2016).
Politisi Partai Gerindra ini, mengatakan bahwa perlunya leading sector yang mengkoordinasikan kerja-kerja pemberantasan terorisme, yang sifatnya tidak hanya melakukan penindakan tapi juga pencegahan dan penanganan pasca peristiwa.
Untuk itu, Pansus juga mendukung apa yang telah dilakukan BNPT yang bisa melibatkan 17 kementerian dan lembaga dalam koordinasi penanganan teroris, baik dalam pencegahan, penanganan atau tindakan, maupun penanganan.
“Kita ingin ada satu leading sector. Kalau di PP 86 tahun 2010 yang kemudian dirubah menjadi perpres no.12 tahun 2012 tentang BNPT. Kita sebenarnya sudah melihat fungsi BNPT itu mengkordinasi semua kementerian dan lembaga dalam penanganan teroris, tapi sayangnya sifat koordinasi ini masih pada level operasional, maunya itu pada level kebijakan, kita ingin dia punya kekuatan pada level pengambil kebijakan.” jelasnya.
Terkait korban, M. Syafi’i mejelaskan ini akan menjadi tanggung jawab negara yang akan dibiayai APBN. Hal ini sesuai dengan pemaparan solusi dari Kementerian Keuangan, bahwa katanya, aneh juga kalau kita membuat anggaran untuk korban teroris, karena kita tidak tahu kapan terjadi peristiwanya dan berapa korbannya. Maka dibuat solusi itu dibikin Biaya Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) Kementerian Keuangan.
“Jadi kalau ada peristiwa panggil dananya turun, sifatnya on call tempat penyimpanannya BA BUN di dana cadangan,” ungkapnya. Syafi’i menambahkan apabila tidak ada halangan, RUU ini akan selesai pada pertengahan tahun 2017. Setelah reses akan dialkukan pembahasan pasal demi pasal. (as) Foto: Jaka/od.