KOMISI VIII NILAI PERLU ADA PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG PENGELOLAAN ZAKAT
Dasar pertimbangan pentingnya melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat adalah adanya problem hukum yang serius dalam undang-undang tersebut, diantaranya masalah struktur kelembagaan dan pengaturan manajemen pengelolaan zakat.
Hal ini ditegaskan oleh Ketua Komisi VIII DPR Abdul Kadir Karding yang didamping Wakil Ketua Yoyoh Yusroh saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja RUU tentang Pengelolaan Zakat dengan ICMI, PP Muhammadiyah, PBNU, PP Al-Irsyad Al-Islam, Pimpinan Matla’ul Anwar dan Formaszapi, di Gedung Nusantara II DPR, Rabu (21/4).
“Nilai-nilai dasar apa yang harus menjadi dasar dalam penyusunan norma-norma hukum yang akan harus diatur dalam RUU tersebut,” tegas Abdul Kadir Karding.
Abdul Kadir menambahkan, Undang-Undang Zakat yang ada belum maksimal dalam memberikan payung hukum secara nasional dan tidak menjabarkan persoalan teknis yang menjadi permasalahan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
“Bagaimana pembagian peran dan kewenangan antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan zakat di Indonesia,” tanya Abdul Kadir.
Menurutnya, fungsi pemerintah adalah sebagai regulator, sedangkan operator pengumpulan dan pengelolaan zakat dikelola oleh Ormas.
Selain itu, kata Abdul Kadir, perlu juga ada lembaga independen sebagai pengawas sehingga tidak terjadi kompetisi yang kurang sehat di tengah masyarakat.
Dia berharap dalam waktu yang tidak lama naskah akademis dan draft RUU tersebut dapat disusun secara komprehensif dan dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi oleh Badan Legislatif DPR. “Kalau ini sudah dilakukan, Insya Allah dalam Rapat Paripurna dapat dilakukan pengambilan keputusan menjadi RUU Inisiatif DPR,” ungkapnya.
Sementara itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Saleh Daulay berpendapat, bahwa pemerintah seharusnya membuat sejenis lembaga sertifikasi pengelolaan zakat. Jadi supaya tidak muncul lembaga-lembaga amil zakat yang karbitan itu yang tiba-tiba saat menjelang Hari Idul Fitri banyak muncul di mana-mana lembaga amil zakat. Kalau ternyata setelah disertifikasi lembaga tersebut tidak layak lagi untuk mengelola zakat itu harus ditutup dan kalau dia memiliki kemampuan yang bagus dalam pengelolaan zakat itu harus di support. “Tetapi kalau gagal dan tidak amanah itu harus ditutup demi kemaslahatan umat,” tegasnya.
Dia menambahkan, pemerintah harus juga memiliki tanggungjawab untuk memberikan pelatihan dan bimbingan pengelolaan zakat. Karena pemerintah itu regulator, pemerintah yang tahu bagaimana harusnya mengelola zakat itu supaya baik. Oleh karena itu, jelas Saleh, pemerintah memiliki tanggungjawab untuk memberikan pelatihan dan bimbingan agar lembaga-lembaga pengelola zakat yang ada bisa bekerja secara maksimal dan dapat memberdayakan potensi ekonomi umat.
Saleh Daulay menilai bahwa perlu dibentuk sejenis lembaga pengawas keuangan zakat agar terdapat akuntabilitas pengelolaan zakat. “Jadi ada semacam lembaga pengawas keuangannya,” jelasnya. Karena, tegas Saleh, orang membayar zakat itu bukan tidak mau sebenarnya tapi orang itu merasa tidak percaya dengan lembaga-lembaga yang ada itu. Tetapi apabila lembaga pengawas keuangan zakat ini sudah dibentuk maka tidak ada lagi alasan orang untuk tidak mempercayai lembaga itu, paparnya.
Kalau pengelonaan zakat ini tertata dengan rapih maka kita bisa melakukan evaluasi lebih baik di dalam rangka memaksimalkan potensi zakat yang ada, tambahnya.
"Apabila potensi zakat ini tidak kita maksimalkan dan anggota DPR lalai dalam memaksimalkan Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat ini bisa berfungsi dalam rangka pengentasan kemiskinan, memberantas kebodohan dan kesejahteraan umat maka tanggungjawab anggota DPR," jelasnya.(iw)