DEWAN DESAK PEMERINTAH TEGAS PADA DAERAH YANG TIDAK ALAMI KEMAJUAN
Sejumlah Anggota Komisi II DPR mendesak pemerintah untuk mengambil langkah tegas pada daerah pemekaran yang hingga kini tidak mengalami kemajuan. Pemerintah dapat menegur daerah-daerah, baik provinsi maupun kabupaten atau kota yang dimekarkan yang sampai sekarang tidak mengalami kemajuan.
Hal itu terungkap saat Komisi II Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri Sodjuangon Situmorang yang dipimpin Wakil Ketua Komisi Ganjar Pranowo (F-PDI Perjuangan), Senin (24/5).
Anggota Komisi II dari F-PD Amrun daulay mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadapa daerah pemekaran yang belum juga mencapai kemajuan sejak dimekarkan. “Ada keberanian dari Kemendagri untuk bertindak tegas mengembalikan (ke daerah induk) daerah yang dimekarkan,” katanya.
Menurut Amrun, sebaiknya daerah yang dimekarkan dapat mandiri dan tidak menggantungkan biaya dari provinsi maupun pusat. “Kalau hanya menggantungkan bantuan dari pusat atau provinsi, kembalikan ke daerah induk,” tegas Amrun.
Senada dengan rekan satu fraksinya, Koes Moertiyah menilai tidak adanya kemajuan dari daerah pemekaran merupakan tanggung jawab Kemendagri. Pemerintah melalui Kemendagri berkewajiban membina daerah tersebut hingga dapat lebih maju dari kondisi awal saat dimekarkan.
“Daerah induk tidak akan memberi masukan atau contekan kepada daerah yang dimekarkan,” ujar Koes.
Dalam pertemuan itu, Koes meminta Kemendagri dapat melakukan pembinaan supaya daerah yang dinilai tidak berhasil dapat lebih maju atau tidak tertinggal jauh dengan daerah induk. Menurutnya, bila daerah yang tidak berhasil kemudian digabungkan kembali dengan daerah induk akan mengakibatkan persoalan baru.
“Kalau digabungkan lagi (dengan daerah induk) akan jadi masalah,” katanya.
Tidak Selalu Positif
Anggota Komisi II dari F-PDI Perjuangan Rahadi Zakaria dalam RDP dengan Dirjen Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri Sodjuangon Situmorang menilai implikasi pembentukan daerah otonom baru tidak selamanya mempunyai implikasi positif. Menurutnya, ada daerah-daerah yang sebenaranya tidak layak untuk dimekarkan namun tetap dimekarkan. Hal ini mengakibatkan beban baru bagi daerah tersebut, seperti persoalan pembiayaan dan aset.
“Ini persoalan serius,” tegas Rahadi.
Bahkan, menurut Rahadi sekarang ini ada daerah yang tidak mampu membiayai daerahnya tersebut.
Sementara itu Ganjar Pranowo dalam pertemuan itu menjelaskan ada daerah pemekaran yang telah berusia sepuluh tahun namun hingga kini persoalan sengketa mengenai perbatasan dengan daerah induk belum kunjung selesai.
Selain itu, menurut Ganjar, ada juga daerah induk yang belum menyerahkan aset yang setelah adanya pemekaran menjadi milik daerah otonom baru.
Dirjen Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri Sodjuangon Situmorang dihadapan Komisi II DPR menjelaskan ada beberapa persoalan yang menyebabkan daerah pemekaran belum mencapai keberhasilan. Salah satunya adalah persoalan kepemimpinan dan sumber daya manusia di daerah bersangkutan.
Menurutnya pemerintah telah menegur daerah yang tidak menyampaikan kinerjanya kepada pemerintah pusat. Dalam hal kinerja, daerah otonom baru dinilai memiliki nilai rata-rata sedang.
Sodjuangon menjelaskan saat ini terjadi ledakan usul pembentukan daerah otonom baru. Usulan itu mencapai 181 daerah otonom baru. Oleh karenanya, ia meminta supaya pemerintah bersama DPR dapat menelaah secara lebih cermat lagi terhadap usulan itu.
“Diharapkan kedepan, pembentukan daerah otonom diawali dengan daerah persiapan atau administratif,” kata Sodjuangon.
Lebih jauh ia menjelaskan, persoalan jumlah penduduk juga perlu menjadi perhatian serius dalam hal pembentukan daerah otonom baru. “Jumlah penduduk mutlak menjadi pertimbangan,” tegasnya.
Menurutnya, untuk wilayah Indonesia bagian barat, jumlah penduduk daerah yang akan dimekarkan minimal mencapai 200 ribu orang, sementara untuk wilayah Indonesia bagian timur mencapai 100 ribu orang. (bs)foto:iw/parle/ray