KOMISI I PERTANYAKAN PERJANJIAN EKSTRADISI INDONESIA-SINGAPURA
Sejumlah anggota Komisi I DPR mempertanyakan belum adanya perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Isu tersebut diharapkan diperhatikan dan ditindaklanjuti pemerintah dalam waktu dekat.
Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi I dengan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar membahas RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Indonesia dan Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura 2009, Senin (24/5).
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyatakan perjanjian ekstradisi harus menjadi prioritas pemerintah untuk diselesaikan. F-PKS meminta agar perjanjian itu diselesaikan pada periode DPR 2009-2014.
“Ini kepentingan kita, seharusnya bisa masuk dalam perjanjian,” kata Al Muzzammil Yusuf (F-PKS).
Menurutnya, sebenarnya ada kesepakatan berkaitan dengan Defense Cooperation Agreement (DCA) dan perjanjian ekstradisi pada Maret 2007. Namun, pada saat itu, Komisi I DPR menolak DCA karena disebutkan dapat membahayakan kedaulatan negara. Dalam perjanjian itu, Singapura dapat melakukan latihan perang dan mengajak pihak ketiga diwilayah Indonesia.
Anggota Komisi I Jeffrie Geovani (F-PG) juga mempertanyakan sikap pemerintah, khususnya Presiden yang tidak mempertanyakan persoalan itu saat melakukan kunjungan ke Singapura.
Sementara itu Menlu Marty Natalegawa menjelaskan bahwa persoalan perjanjian ekstradisi untuk sementara dikesampingkan dulukarena masih harus dicari momentum yang positif. Menurutnya tanpa perjanjian ekstradisi, pemerintah saat ini menggunakan Mutually Legal Assistance untuk mendatangkan individu yang bertanggungjawab atas perbuatannya di pengadilan.
“Mengajukan soal ekstradisi adalah sebuah keniscayaan,” katanya.
Menuurt Marty dengan diloloskannya RUU tentang Penetapan Garis Batas laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura 2009 ketahapan Paripurna DPR akan membuat Indonesia mempunyai kepastian hukum terhadap perbatasan negara.
Hal senada diungkap Al Muzzammil Yusuf yang menilai kepastian hukum ini membuat posisi Indonesia lebih jelas, meskipun ia sangat menyesalkan penyebutan Selat Singapura dalam perjanjian itu. Ia menegaskan, dasar hukum akan bermanfaat bagi pengamanan laut dalam hal pertahanan dan keamanan. (da)foto:iw/parle/ray