DPR Dorong UU EBT

25-04-2017 / KOMISI VII

Semakin menurunnya kualitas udara di kota-kota besar akibat polusi harus menjadi perhatian utama pemerintah dengan mengedepankan penggunaan energi baru dan terbarukan. Krisis pemanasan global sudah di depan mata dan menjadi ancaman serius. Untuk itu, DPR mendorong disusunnya Undang-undang Energi Baru Terbarukan (UU EBT).

 

Demikian paparan Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha dalam acara World Bank Civil Society Forum yang digelar di Washington DC, Amerika Serikat, baru-baru ini. Turut menjadi pembicara dalam forum ini diantaranya Mantan Menkeu Pakistan Mr Naveed Qamar serta Lauri Myllyvirta dari Greenpeace International. Hadir juga ahli Ekonomi China Dr Ma Jun ttg Air Pollution Economy In China.

 

“Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadap dampak krisis pemanasan global dan perubahan iklim. Ini yang harus menjadi perhatian kita untuk tidak mengabaikan isu tersebut,” jelas Satya.

 

Politisi F-PG itu memaparkan, penyumbang emisi karbon di Indonesia terbesar berasal dari LULUCF (Land Use Land Use Change and Forestry) yang mencapai 50 persen. Sementara sektor energi menyumbang emisi 30 persen yang berasal dari transportasi, sekitar 12 persen. Sehingga, 90 persen penyebab polusi udara dari BBM transportasi darat.

 

Lebih lanjut Satya memberikan apresiasi bahwa selama 2,5 tahun periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo terdapat berbagai upaya nasional untuk mengantisipasi dan memitigasi dampak perubahan iklim tersebut sebagai bagian dari komitmen internasional dan juga sebagai inisiatif dan aksi strategis pemerintah ke depan.

 

“Indonesia harus mengambil peran penting sebagai negara yang aktif mengkampanyekan perubahan iklim. Pemerintah dan DPR terus bersinergi sejak penandatanganan persetujuan Paris (COP21),” imbuhnya.

 

Satya menggarisbawahi bahwa visi pembangunan energi ke depan harus menitikberatkan pada pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Apalagi diketahui, pada tahun 2015, bauran energi nasional terdiri dari 39 persen minyak, 22 persen gas, 29 persen batubara, dan 10 persen EBT.

 

Kemudian, tambah Satya, pada tahun 2025 bauran energi tersebut direncanakan menjadi 25 persen minyak, 22 persen gas, 30 persen batubara, dan 23 persen EBT; dan pada tahun 2050 menjadi 20 persen minyak, 24 persen gas, 25 persen batubara, dan 31 persen EBT.

 

“DPR akan terus mendukung visi pemerintah tentang bauran energi hingga 2050 yang mengutamakan penggunaan EBT hingga 31 persen. Bahkan, kami di Komisi VII juga mendorong pembentukan UU EBT,” komitmen politisi asal dapil Jatim itu.

 

Sebab, imbuh Satya, energi di masa depan ditentukan oleh seberapa besar pemanfaatan terhadap energi baru dan terbarukan. Banyak negara maju saat ini mulai beralih ke EBT.

 

“Indonesia harus konsisten penggunaan EBT ke depan mulai dari konversi ke BBG dalam bentuk CNG serta mengubah BBM kita yang beroktan 88 ke Euro4 bahkan Euro5 untuk menjamin energi bersih,” dorong Satya. (sf)/foto:dok.pri/iw.

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...