DPR SEPAKAT RATIFIKASI TAPAL BATAS
DPR RI dan Pemerintah sepakat meratifikasi perjanjian antara Indonesia dan Singapura tentang penetapan garis batas laut wilayah kedua negara di bagian barat Selat Singapura.
Hal ini terungkap pada saat Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, dan Menteri Hukum dan HAM yang dipimpin Kemal Azis Stamboel (F-PKS), didampingi TB Hasanudin (F-PDIP), Agus Gumiwang Kartasasmita (F-PG), dan Hayono Isman (F-PD) di ruang rapat Komisi I DPR RI, Nusantara I, Kemarin.
Pembahasan ratifikasi ini merupakan kelanjutan atas penandatanganan perjanjian batas wilayah laut di antara kedua negara untuk bagian barat Indonesia – Singapura pada 10 Maret 2009. Perjanjian tersebut menurut rencana akan diundangkan dalam rapat Paripurna DPR.
Tantowi Yahya (F-PG) mendukung upaya pemerintah dalam perjanjian perbatasan antara Indonesia – Singapura dan mengapresiasi keberhasilan ini. Penyelesaian perbatasan Indonesia – Singapura merupakan perintah konstitusi dan dibutuhkan untuk menjamin kepastian hukum.
“Ini menjadi amanat konstitusi yang dibutuhkan masyarakat Indonesia dan pemerintah, khususnya terkait penetapan kedaulatan,” ujarnya.
Senada, Sidartho Danusubroto (F-PDIP) mengungkapkan, masalah perbatasan merupakan persoalan serius. Menurutnya, ada sepuluh negara yang langsung berbatasan dengan Indonesia namun penentuan garis batas masih belum tuntas. “Ini akan menjadi potensi sumber masalah bagi hubungan kedua negara,” katanya.
Oleh sebab itu, dirinya mewakili fraksi meminta agar pemerintah mengambil langkah strategis untuk menyelesaikan masalah perbatasan antara Indonesia dan negara tetangga lainnya.
Sedangkan Al Muzzammil Yusuf (F-PKS) meminta agar penyebutan nama Selat Singapura diubah menjadi Selat Sumatera. Sebab secara psikologis, penyebutan nama tersebut menunjukkan sebagai kekalahan diplomasi.
“Kita sendiri punya nama sebagai Selat Sumatera, dengan dinyatakannya di bagian barat Selat Singapura, itu akan lebih menguntungkan Singapura,” tegasnya.
Hal tersebut disetujui Lily Wahid (F-PKB), “Setahu kami, itu namanya Selat Sumatera, tetapi kenapa berubah menjadi Selat Singapura ?,” tanyanya.
Menanggapi pernyataan sejumlah anggota, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan ratifikasi perjanjian tersebut memiliki nilai strategis. Setelah ratifikasi akan tercipta kepastian hukum untuk ketegasan batas wilayah dua negara.
“Sekaligus menjamin aparat keamanan dan penegak hukum untuk melakukan proses penegakan hukum. Ini bagian dari amanat konstitusi,” tandasnya.
Melalui ratifikasi, akan mempermudah posisi Indonesia sebagai negara pantai untuk pengamanan jalur navigasi di Selat Malaka dan Selat Singapura. Namun, persoalan batas laut antara Indonesia dan Singapura masih belum sepenuhnya dapat dituntaskan, terutama terkait perbatasan segmen timur.
Selama ini, pembahasan segmen wilayah timur belum pernah dilakukan sebab masih terkendala persoalan sengketa antara Singapura dan Malaysia. Pihaknya akan mulai pembahasan dalam waktu dekat meski sudah dilakukan beberapa pertemuan informasl.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, masalah penyebutan nama Selat Singapura sudah diterapkan sejak 1953 dalam International Hydrography Organization (IHO). Karena itu, pemerintah tidak perlu memperdebatkannya lagi. (da) Foto:Iwan Armanias.