BPK BERIKAN NILAI OPINI WAJAR ATAS LKPP TAHUN 2009
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2009. "Ini berarti terjadi peningkatan opini dari tahun sebelumnya atau sejak 2004 sampai 2008 dimana BPK memberikan opini Tidak Menyatakan Pendapat atau Disclaimer,"Kata Ketua BPK RI Hadi Poernomo dalam penyampaian laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas LKPP 2009 kepada DPR RI di Gedung DPR RI Jakarta dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, Selasa, (1/06).
Menurut Hadi, atas LKPP tahun 2009, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion). Peningkatan ini, lanjut Hadi, perlu dihargai sebagai hasil kerja keras pemerintah dalam memperbaiki akuntabilitas keuangan negara.
Dia menambahkan, peningkatan opini LKPP ini tidak lepas dari peningkatan dalam penyajian laporan keuangan kemenetrian atau lembaga dengan memperbaiki sistem pembukuan dan sistem teknologi informasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, menata kekayaan instansi, serta mematuhi peraturan yang berlaku.
Dia mengatakan, pemerintah sudah mulai menertibkan pungutan non pajak, menata sistem pembukuan dan rekening penyimpanan uangnya. "Untuk itu BPK memberikan penghargaan kepada pemerintah yang telah banyak mengikuti rekomendasi BPK sehingga opini pada kementerian atau lembaga banyak mengalami peningkatan," katanya.
LKPP menunjukkan kemajuan yang signifikan. BPK mencatat jumlah kementerian/lembaga yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) meningkat dari 7 pada 2006 menjadi 16 pada 2007 kemudian menjadi 35 pada 2008. sementara pada tahun 2009 menjadi 45.
Perbaikan opini pemeriksaan atas kementerian/lembaga terjadi di Kepolisian, Kejaksaan Agung, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Agama, Kementerian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, serta Badan Pusat Statistik (BPS).
Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK atas penerimaan pajak dan kegiatan operasional tahun anggaran 2008 dan 2009, BPK menilai KPP Wajib Pajak Besar Satu belum melakukan tindak lanjut secara optimal atas potensi penerimaan pajak maksimal sebesar Rp 96.91 Triliun dari selisi peredaran usaha PPN dan PPh pada 2007 dan 2008.
Hal tersebut mengakibatkan peredaran usaha yang dilaporkan tidak dapat diyakini kebenarannya. Potensi penerimaan pajak yang bisa digali dari selisih peredaran usaha belum dapat direalisasikan.
Pada kesempatan tersebut, Hadi menilai potensi kerugian negara tersebut sebagai akibat dari kelemahan sistem pengendalian internal pada kegiatan operasional di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar Satu pada tahun anggaran 2008 dan 2009. Namun BPK juga menyatakan hal tersebut masih harus diteliti, diuji, dan didalami di mana dari hasil penelitian tersebut dapat saja disimpulkan tidak terdapat potensi PPh dan PPN. (si)foto:oll/parle/ray