Kewenangan KPK Sebagai Penyidik Harus Diatur Secara Tegas

04-09-2017 / PANITIA KHUSUS

Didalam ketentuan undang-undang, kewenangan dari KPK itu murni adalah Tipikor. Pengadilan Tipikor juga sudah diperluaskan kewenangannya, namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah penyidik KPK itu berwenang melakukan penyidikan tipikor.

 

Demikian diungkapkan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) saat rapat dengar pendapat umum dengan Pansus Hak Angket KPK DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (04/09/2017).

 

Perwakilan dari Ikahi dengan tegas menyatakan bahwa dalam hal tersebut, hakim terpecah dalam pelaksanaan tugasnya. Ada yang berpendapat bahwa  KPK tidak berwenang, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa KPK berwenang. dengan argumentasi hukumnya sendiri-sendiri.

 

“Oleh sebab itu kami dari Ikahi berharap, andaikata undang-undang KPK itu direvisi, hendaknya hal ini diatur secara tegas, antara kewenangan dari KPK sebagai penyidik dan penuntut umum, dan juga kewenangan pengadilan Tipikor, agar tidak ada perbedaan pendapat antara para hakim di lapangan,” ujar perwakilan Ikahi tersebut.

 

Ia juga menjelaskan bahwa sebetulnya konteks tugas secara yuridis antara KPK dan pengadilan tidak terlalu banyak. Pengadilan atau Hakim bertemu dengan unsur dari KPK ketika ada diruang persidangan yakni saat perkara sudah dilimpahkan. Oleh sebab itu, bagaimana kondisi KPK sebenarnya dalam konteks melaksanakan tugas bahwa sulit bagi Ikatan Hakim Indonesia untuk menilainya.

 

“Namun ada beberapa hal yang ditemukan didalam pelaksanaan tugas sehari-hari, dalam hal proses peradilan tindak pidana korupsi yang menjadi perhatian bagi para Hakim, yakni masalah kewenangan dari KPK. Kewenangan dari KPK menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 adalah melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi,” jelasnya.

 

Semula pengadilan juga diatur didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yaitu pasal 53 sampai 62 mengenai pengadilan tindak pidana korupsi yang hanya satu di Indonesia. Kemudian terhadap ketentuan ini, sudah diajukan yudisial review oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam putusan MK dikabulkan permohonan tersebut dan memerintahkan kepada pembuat Undang-Undang dalam waktu tiga tahun untuk membuat undang-undang baru masalah pengadilan tipikor.

 

“Akhirnya lahirlah Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009, yang didalamnya menyebutkan kewenangan dari pengadilan tipikor sudah diperluas, bukan hanya masalah kasus korupsi. tetapi sudah melebar kepada TPPU, money laundry yang predikat crime nya adalah korupsi, dan peraturan-peraturan lain yang secara tegas menentukan bahwa pelanggaran terhadap Undang-Undang itu adalah korupsi,” pungkasnya (dep,mp)/foto:iwan armanias/iw.

BERITA TERKAIT
Pansus: Rekomendasi DPR Jadi Rujukan Penyelidikan Penyelenggaraan Haji
30-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR RI terkait penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi setelah melakukan...
Revisi UU Tentang Haji Diharapkan Mampu Perbaiki Penyelenggaraan Ibadah Haji
26-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji 2024 DPR RI mendorong adanya revisi Undang-undang Haji seiring ditemukannya sejumlah...
RUU Paten Jadikan Indonesia Produsen Inovasi
24-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Panitia Khusus RUU Paten Subardi menyatakan aturan Paten yang baru akan mempercepat sekaligus memudahkan layanan pendaftaran...
Pemerintah Harus Lindungi Produksi Obat Generik Dalam Negeri
24-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Paten Diah Nurwitasari meminta Pemerintah lewat sejumlah kementerian agar mampu...