Indonesia Perlu Ratifikasi Perjanjian dengan PNG

26-09-2017 / KOMISI I

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Asril Hamzah Tanjung mengatakan, pemerintah perlu meratifikasi RUU tentang Persetujuan di bidang Pertahanan antara Pemerintah RI dan Pemerintah Negara Merdeka Papua Nugini (Papua New Guinea).

 

Menurutnya,  dengan perjanjian tersebut Indonesia dapat mengelaminasi gerakan OPM (Operasi Papua Merdeka) yang mengatasnamakan Melanesian Brotherhood. Mengingat,  hanya PNG dan Fiji negara di Kepulauan Pasifik yang mengakui kedaulatan Indonesia dan tidak mendukung  OPM. 

 

"Dari sekian banyak negara di Asia Pasifik,  PNG dan Fiji adalah negara yang patut kita berterima kasih.  Perjanjian ini kepentingan kita, bagaimana supaya isu Melanesia tidak berkembang karena ini menyangkut kedaulatan kita,  tanah air kita," tegas Asril dalam RDP Komisi I dengan pakar Teuku Rezasyah dan Rodon Pedrason di Gedung DPR RI,  Senayan,  Jakarta,  Senin (25/9/2017) sore.

 

Lebih lanjut,  politisi Gerindra ini juga mengatakan perlunya di galang opini international terkait isu Melanesia untuk meredam langkah Kepala OPM Internasional atau United Liberation  Movement for West Papua (ULMWP)  Benny Wenda yang diketahui mencari dukungan dari negara lain dengan menghembuskan isu ras Melanesia. Asril menegaskan bangsa Melanesia tidak hanya ada di daratan papua,  sebaliknya justru banyak tersebar di wilayah timur Indonesia.

 

"Untuk itu,  perlu digalang juga opini ini supaya tidak berkembang karena kedaulatan kita bisa terancam. Mudah-mudahan dalam waktu dekat perjanjian ini segera diratifikasi karena ini sangat penting. Kita tinggal menunggu Kepres," tandasnya.

 

Sementara itu, pakar sekaligus akademisi Teuku Rezasyah mengatakan ratifikasi perjanjian Indonesia - PNG yang sudah ditandatangani Menteri Pertahanan pada 2010 sangat penting bagi Indonesia. Ia berpandangan, jika hubungan Indonesia - PNG semakin dekat,  maka PNG bisa menjadi bufferzone Indonesia atau penahanan dari isu Melanesia yang tengah menggeroti negeri kita.

 

Lebih lanjut ia menjelaskan,  selain untuk menggagalkan upaya diplomasi ULMWP,  perjanjian ini juga untuk menjaga keamanan di wilayah perbatasan Indonesia - Papua New Guinea sepanjang 750 km.  Sebagai bagian dari Nawacita,  wilayah perbatasan hendaknya  menjadi beranda Indonesia.

 

"Selama ini kan, mereka (PNG) komplain kerjasamanya kok sepihak, untungnya cuma Indonesia, tetapi mereka banyak keluar energi. Untuk itu,  kita harus membangun kerjasama yang ideal, karena kalau mereka iseng,  bisa saja mengendorkan suatu titik tertentu.  Saya juga sangat berharap, Indonesia - PNG membuka ruang kerja sama ruang angkasa untuk di wilayah perbatasan, misalnya dengan peluncuran satelit," papar Teuku. (ann,sc) foto: Azka/jk

 

BERITA TERKAIT
Indonesia Masuk BRICS, Budi Djiwandono: Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS. Budi juga...
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...