Legislator Kawal Revisi Perppu Ormas
Anggota Komisi V DPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz (F-PKB) mengatakan dalam rilisnya akan mengawal proses revisi Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Foto :Naefurodji
Anggota Komisi V DPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz mengatakan, akan mengawal proses revisi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas). Menurutnya, hal ini dilakukan sebagai wujud tanggung jawab FPKB untuk menghasilkan produk perundang-undangan yang mengakomodir aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Demikian disampaikan Neng Eem dalam rilis yang diterima Parlementaria, Rabu (25/10/2017). Sebagaimana diketahui, DPR telah mengesahkan Perppu Ormas dengan mendapat persetujuan dari tujuh Fraksi dan sepakat akan melakukan revisi setelah proses tersebut.
“Persetujuan pengesahan Perppu Ormas menjadi UU disertai komitmen pemerintah untuk melakukan revisi terhadap Perppu tersebut. Komitmen pemerintah inilah yang menjadi pegangan kami bahwa pemerintah akan mempertimbangkan berbagai masukan yang telah kami sampaikan dan akan memasukkannya dalam revisi Perppu tersebut. Proses ini nantinya yang akan kita kawal,” papar Neng Eem.
Politisi F-PKB ini juga memberikan sejumlah catatan untuk dipertimbangkan dan dimasukkan dalam revisi Perppu Ormas, yaitu klausul tentang pembubaran ormas dan penodaan agama. Ia menilai proses pembubaran ormas harus tetap melalui proses pengadilan sebagaimana prinsip “due process of law” seperti diatur dalam pasal 70 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 yang kemudian dihapus dalam Perppu Ormas.
Sementara itu, terkait klausul penodaan agama, Ia menjelaskan terdapat beberapa pasal yang berpotensi menjadi pasal karet (Pasal 59 ayat (3) huruf b dan Pasal 60 ayat (2)) karena tidak ada mekanisme yang jelas untuk menentukan apabila suatu Ormas melakukan penodaan agama atau tidak. Bahkan, ancaman pemidanaan terhadap orang yang melakukan penodaan agama dinilai agak berlebihan dan tidak diperlukan lagi karena sudah diatur dalam KUHP dan UU PNPS (Penetapan Presiden) Tahun 1965.
Neng Eem berpandangan bahwa klausul-klausul tersebut tidak mendukung perkembangan demokrasi dan hak asasi manusia sehingga perlu dilakukan perbaikan secara komprehensif terhadap regulasi tentang keormasan sebagai salah satu langkah penataan keormasan di Indonesia. “Kami (F-PKB) memandang pentingnya regulasi baru yang mengatur tentang Ormas, yang tidak memberikan ruang makar bagi ormas, namun juga tidak memberikan ruang bagi pemerintah untuk bertindak otoriter dan tetap menunjunjung tinggi HAM,” tutup politisi Jawa Barat III ini. (ann/sc)/iw.