“Stunting” menjadi PR Yang Harus Segera Dibenahi
Anggota Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh (tengah). Foto: Azka/azk
Anggota Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh menyatakan "stunting" menjadi PR (pekerjaan rumah) yang luar biasa bukan hanya di Provinsi Kalimantan Barat tetapi juga di seluruh Indonesia. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh yang dialami balita yang salah satu penyebabnya adalah asupan gizi yang kurang dalam waktu lama.
Nihayatul mencontohkan seperti di Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat, di tahun 2013 jumlah stunting diangka 36%, sekarang menjadi 30%. Tetapi ini masih menjadi pekerjaan rumah yang luar biasa. Selain itu, angka kematian ibu dan persoalan lainnya serta geografis Kalimantan Barat yang sangat luas turut mempengaruhi kinerja pemerintah.
“Kedepannya kita akan fokus jangan hanya persoalan problem tetapi juga memikirkan bagaimana akses untuk masyarakat tentang kesehatan. Karena Kalimantan ini merupakan daerah transit dari perbatasan, dan banyak bermacam orang masuk ke Kalimantan dalam kondisi membawa penyakit yang tidak kita ketahui dan menyebar di sini. Apalagi Kalimantan daerah yang cukup luas dan banyak pintu-pintu masuk untuk menuju ke sini," papar politisi F-PKB dapil Jawa Timur III usai pertemuan dengan Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya di Pontianak, Jumat (27/10/2017)
Oleh sebab itu, ia menegaskan, karantina kesehatan di pos-pos masuk perbatasan harus dikuatkan agar tidak sembarang orang bisa masuk melalui pintu masuk perbatasan. Ia menginformasikan, saat ini DPR sedang membahas RUU tentang Karantina Kesehatan Manusia, Tumbuhan, dan Hewan. Hal ini menurutnya dimaksudkan agar nantinya bisa terawasi lebih kuat dan terdata dengan benar.
Dilain sisi Nihayatul mengapresiasi kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Kalbar yang belum lama ini baru memusnahkan empat truk pembawa kosmetik ilegal yang menurutnya kosmetik ini dibawa dari barang online sehingga mereka bagus sekali hasilnya mengidentivikasi website-website yang menjual kosmetik atau obat yang berbahaya dan itu dilaporkan ke Kementerian Komunikasi untuk bisa diambil tindakan.
“Karena memang persoalan terbesar kita di era milenum ini rata-rata membelinya melalui toko online karena kalau lewat online kita sangat susah untuk mengontrol. Oleh karena itu kita harus mempunyai aturan-aturan yang jelas untuk mengontrol obat-obat dan kosmetik ilegal yang beredar di masyarakat,” tuturnya
Tetapi menurutnya persoalan terbesar ialah bahwa BPOM ini belum mempunyai UU yang memayungi, dan BPOM baru ada pada tingkatan provinsi belum ada untuk tingkat kabupaten/kota. Sehingga jika ada persoalan pada tingkatan kabupaten/kota harus bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Oleh karena itu Komisi IX DPR mengusulkan untuk prolegnas tahun 2018 ini untuk membahas RUU Makanan dan Obat. Agar nantinya BPOM mempunyai payung hukum yang kuat agar bisa langsung menindak persoalan yang ada.
“Karena kalau sudah ada payung hukumnya otomatis akan berkaitan dengan anggaran berkaitan dengan kinerja, karena selama ini BPOM hanya melakukan pengawasan untuk penindakan masih diserahkan kepada kepolisian,” ungkap politisi tersebut
Lebih lanjut ia mengatakan BPOM juga berkaitan dengan badan pertahanan pangan, saya mensupport agar BPOM mempunyai perwakilan di tingkat kabupaten/kota, seperti KKlimantan ini sendiri punya wilayah cukup luas, bagaimana pengawasan di daerah-daerah perbatasan jika hanya pada tingkat provinsi pengawasannya. (azka/sc)