Anggota Komisi VII DPR RI Harry Poernomo. Foto: Odjie/od

Komisi VII DPR RI mengusulkan agar pembangkit listrik tenaga diesel yang kecil-kecil sisa-sisa proyek Batam yang dulu itu ditutup saja karena sudah sangat tidak efisien dan membebani, walaupun tidak dioperasikan setiap saat.

Pernyataan tersebut dilontarkan Anggota Komisi VII DPR Harry Poernomo usai menggelar pertemuan dengan Perwakilan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Direksi PT. PLN (Persero), Dirut PLN Batam, Dirut PT TJK Power Batam dan Perwakilan Kementerian LHK saat Kunjungan Kerja Spesifik ke PLTU Tanjung Kasam Batam, Jum’at (24/11/2017).

“Kita mengelola asset ini kan costly, menimbulkan beban biaya tetapnya berjalan. Kalau mesin pembangkitnya masih bagus bisa direlokasikan ke pulau-pulau kecil lainnya yang lebih membutuhkan danmenguntungkan. Jadi di Batam ini cukup satu atau dua pembangkit saja tapi besar, tidak banyak pembangkit yang malah tidak efisien,” terang Harry.

Politisi Gerindra ini juga menambahkan bahwa koneksi pasokan gas yang sekarang ini di Tanjung Kasam Batam umumnya berasal dari Sumatera melalui jalur pipa Perusahaan Gas Negara (PGN). Padahal suplai gas itu tidak bisa mengandalkan dari satu arah saja, jika terjadi sesuatu maka bisa terjadi black out, oleh karena itu harus segera dicarikan solusi segera membangun pipa gas yang dariblok Natuna yang juga terhubung ke Singapura.

“Nah ini bisa dibuka cabang gas baru yang dari Natuna, selama ini dikuasai kontraktor asing dengan SKK Migas ini belum ada titik temu. Pemerintah punya kewenangan penuh untuk mewujudkan ini,kontraktor asing sebagai operator gas Natuna bisa tunduk terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui ESDM,” tegas Harry Poernomo.

Selain menyoroti efisiensi PLN di Batam, Legislator asal Dapil Jawa Tengah VI ini juga mencari masukan mengenai harga listrik di Batam yang ternyata harganya cukup kompetitif. (ojie,mp)