Anggota Komisi VII DPR RI Meminta Agar Program Konversi Minyak Tanah ke Gas di Indonesia Bagian Timur Ditunda

05-08-2010 / KOMISI VII

 

Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke prov. Maluku Utara

Hal tersebut mengemuka saat Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI melakukan pertemuan dengan PT. PLN dan PT. Pertamina (Persero), yang berlangsung di Ruang Halmahera, Hotel Bela Internasional, Kota Ternate provinsi Maluku Utara. Dalam pemaparannya Direktur Umum PT. Pertamina (Persero), Waluyo mengatakan kondisi topografi dan geografis wilayah Indonesia Timur yang berpulau-pulau, terbatasnya armada pesawat angkut, serta iklim dan cuaca yang tidak menentu, membuat distribusi BBM di Indonesia Timur menjadi sulit dan mahal. 

“Biaya transportasi BBM di Papua mencapai Rp. 31.000 per liter, sementara angka Alfa yang yang ditetapkan pemerintah hanya Rp. 556”, tukas Waluyo menjelaskan. Waluyo meminta agar DPR dan pemerintah dapat merevisi angka alfa khususnya untuk wilayah Indonesia Timur, agar Pertamina tidak merugi. 

Waluyo menambahkan, terbatasnya sarana angkut yang dimiliki agen penyalur, memaksa mereka menggunakan kapal kayu yang bukan standar pengangkutan BBM. Karena sebagian alur dangkal dan sempit, sehingga tidak bisa dilalui kapal tangker besar.   

Manajer Pemasaran BBM Retail PT. Pertamina wilayah Maluku-Papua, Arif Priyanto, dalam presentasinya menjelaskan, konsumsi BBM di provinsi Maluku-Papua hanya 3% dari konsumsi nasional yang disupply 21 depot. Tetapi total biaya transportasi di Maluku-Papua mencapai 14,5 Milyar per bulan atau 174 Milyar per tahun. Tinggi ongkos angkut tidak sebanding dengan besaran alfa. 

“Kami belum mampu mencukupi kebutuhan karena banyaknya daerah otonom baru. Pemda minta tambahan quota. Di samping itu hingga saat ini belum ada aturan niaga mesin speedboat berbahan bakar minyak tanah subsidi. Untuk itu perlu ada ketentuan khusus tentang kebutuhan BBM bagi transportasi di Indonesia Timur,” ujar Arif Priyanto menambahkan. 

Anggota Komisi VII DPR RI, Romahurmuzi mengatakan, program konversi minyak tanah ke gas perlu ditunda, khususnya untuk wilayah Indonesia Timur. Mengingat minyak tanah tidak hanya dipakai untuk rumah tangga, tetapi juga untuk transportasi, dan perlu diferensiasi angka alfa untuk masing-masing wilayah, agar Pertamina tidak merugi. 

Sementara Anggota Komisi VII DPR RI Agus Sulistyono, mengatakan speedboat di Indonesia Timur  menjadi sarana transportasi utama, berbeda dengan wilayah Indonesia Barat yang lebih mengutamakan transportasi darat. 

“Perlu ada kebijakan yang spesifik tentang penggunaan minyak tanah untuk transportasi. Program konversi ke gas di Indonesia Timur sebaiknya ditunda dulu”, tukas Agus Sulistyono menambahkan.

Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI ke provinsi Maluku Utara, yang juga Ketua Komisi, Teuku Riefky Harsha mengatakan, kondisi di Maluku Utara dan wilayah Indonesia Timur lainnya, penting untuk menjadi masukan dalam pembahasan RAPBN 2011. Ketua Komisi berpesan kepada anggota Komisi VII yang ada di Badan Anggaran memperhatikan berbagai temuan di lapangan, terkait nilai alfa dan kuota untuk nelayan, (K-7.Malut.Rn-TVP)

BERITA TERKAIT
Impor AS Diperketat, Kemenperin Perlu Siapkan Insentif Relokasi Industri China
01-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyatakan dukungannya terhadap langkah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam mengantisipasi dampak...
Perampokan Warga Ukraina Harus Jadi Momentum Perbaikan Keamanan Industri Pariwisata Bali
01-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyoroti kasus perampokan brutal terhadap warga Ukraina, Igor Iermakov, oleh...
Novita Hardini Dorong Penanganan Serius Terkait Kelebihan Produksi Semen
25-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini menilai sektor semen hingga kini belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam...
Komisi VII Dorong Peningkatan Kinerja Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil
24-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil...