Peraturan KPU Harus Adopsi UU Pemilu
Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali foto : Jayadi/mr
Partai politik pendatang baru tidak bisa mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2019. Hal tersebut diungkapkan Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali usai Komisi II DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sepakat mengadopsi ketentuan Pasal 222 UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum ke dalam Rancangan Peraturan KPU tentang Pencalonan Pilpres 2019.
Norma tersebut mengatur parpol atau gabungan parpol pengusung pasangan capres dan cawapres mesti memiliki 20 presen kursi di DPR atau 25 persen suara sah pemilu anggota DPR pada pemilu sebelumnya. Alhasil, parpol baru peserta Pemilu Legislatif 2019 tidak dapat menjadi pengusung capres dan cawapres pada Pemilu 2019.
“Pasal 222 UU Pemilu memang tidak perlu ditafsir lagi. Sudah jelas peraturannya 20% dan 25% bagi yang akan mengusung capres dan cawapres. Sementara yang paprpol baru diberikan hak untuk menjadi pendukung,” ungkap Zainudin.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi II DPR Sirmaji. Ia menegaskan kepada KPU agar dalam membuat Peraturan KPU mengadopsi Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu.
“Pokoknya pada prinsipnya, setiap membuat Peratuan KPU itu harus mengadopsi UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu. Termasuk dalam membuat aturan mengenai capres dan cawapres ini. Di UU No. 7/2017 Pasal 222 sudah jelas,” ungkapnya.
Sebelumnya Komisioner KPU Hasim Asy’ari mengatakan, dalam penyusunan PKPU pihaknya perlu konsultasi dengan DPR sebagai perumus UU Pemilu karena ada permintaan agar parpol baru dapat mengusung capres dan cawapres. Terlebih, parpol pengusung memiliki hak untuk menempatkan logo di surat suara Pilpres 2019 dan memberikan dana kampannye tak terbatas kepada jagoannya. “Kalau Pimpinan Komisi II sampaikan tidak bisa usung, kami dapat kejelasan. Jadi bisa terima,” jelasnya. (rnm/sc)