Pengerukan Pelabuhan Benoa Masih Terkendala Perizinan
Anggota Komisi VII DPR RI Joko Purwanto, foto : andri/hr
Untuk meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara, Pelabuhan Benoa di Bali harus ditingkatkan fungsinya agar kapal-kapal cruise (kapal pesiar besar) dapat berlabuh di pelabuhan tersebut. Salah satu langkah adalah dengan melakukan pengerukan. Namun pengerukan ini masih terkendala perizinan.
Anggota Komisi VII DPR RI Joko Purwanto menjelaskan yang menjadi persoalan adalah pada saat rencana pembangunan pelabuhan itu dilakukan masih ada pro dan kontra. Hal yang sama, jelasnya, terjadi juga pada saat pembangunan tol di Bali. Namun saat jalan tol itu sudah selesai dan terasakan manfaatnya oleh masyarakat umum, tidak ada lagi masyarakat Bali yang menolak terhadap fungsi keberadaan jalan tol itu.
Diinformasikan Joko, terkait proses pengerukan di Pelabuhan Benoa yang dilakukan PT. Pelindo III sebagai pengelola pelabuhan, izinnya sudah dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun yang jadi masalah saat pengerukan dilakukan ada damping terhadap material sebagai akibat dari pengerukan yang harus dipindahkan dan itu sudah mereka lakukan 12 mil di dalam lingkungan dari titik terluar Provinsi Bali.
“Terkait dengan masalah reklamasi memang masih menjadi persoalan, karena masih adanya satu syarat ketentuan yang harus dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berupa Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL),” terang politisi PPP ini usai pertemuan dengan Direktur Pelindo III, Kepala Otoritas Bandara Wilayah IV I Gusti Ngurah Rai membahas tentang izin Analisis Dampak Lingkungan AMDAL dan Pengerukan Pelabuhan Benoa, di Bali, Sabtu (26/5/2018).
Lebih lanjut ia menjelaskan, setelah dibahas dan dikaji terkait pengerukan pelabuhan ini masih ada hal-hal yang belum selesai. “Kami akan bantu mempertemukan antara Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Pemerintah Provinsi serta pihak investor. Jangan sampai hanya karena suatu pertimbangan khusus atau pertimbangan-pertimbangan yang mungkin salah kemudian jadi menghambat iklim investasi dan mungkin menghambat dari rencana pembangunan yang sebenarnya akan bisa memberikan dampak ekonomis yang lebih baik ke depan buat Provinsi Bali pada khususnya,” paparnya. (andri/sc)