Stabilitas Ekonomi Harus Terus Terjaga
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan, foto : arief/hr
Stabilitas ekonomi nasional harus terus terjaga pasca tertekannya Rupiah. Ada potensi ekonomi nasional terganggu dengan rupiah yang terus tertekan. Ini bisa terlihat dari penurunan proyeksi pertumbuhan 2018 dari 5,2-5,4 persen menjadi 5,17-5,4 persen. Pemerintah pun harus menyusun kebijakan ekonomi jangka pendek, menengah, dan panjang.
Demikian dikemukakan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam rilisnya yang diterima Parlementaria, Senin (4/6/2018). Menurutnya, pada skala jangka pendek, Bank Indonesia (BI) bisa menaikkan suku bunga acuan, setidaknya untuk memulihkan kepercayaan investor, sehingga risiko capital outflow dapat diantisipasi, walaupun sifatnya hanya sementara waktu.
Terjadinya capital outflow akan membawa dampak pada instabilitas ekonomi. Sejak awal 2018, modal asing yang keluar sudah mencapai Rp8,6 triliun (year to date/ytd). “Pemerintah sebaiknya fokus menjaga daya beli masyarakat. Langkahnya adalah dengan menciptakan stabilitas harga, baik untuk bahan bakar minyak (BBM), listrik, maupun harga pangan. Lebih-lebih menjelang lebaran seperti saat ini,” tutur mantan Wakil Ketua Komisi VI DPR ini.
Pada skala menengah, pemerintah perlu mengambil kebijakan untuk mendorong investasi dan ekspor. Kedua hal itu adalah mesin pertumbuhan utama. Untuk investasi, kata Heri, pemerintah harus konsisten menjalankan efisiensi perizinan, termasuk persoalan lahan yang sering menjadi masalah utama investasi. Di sisi lain, perlu peningkatan ekspor dengan cara menjaga ketersediaan bahan baku dan barang modal serta stabilitas harga barang modal pada harga internasional yang kompetitif.
Perluasan pasar ekspor dan peningkatan ekspor jasa juga penting dilakukan. Pemerintah perlu memanfaatkan peluang dari penguatan ekonomi global dan stabilnya harga-harga komoditas. Sementara pada skala jangka panjang, lanjut politisi Partai Gerindra ini, pemerintah harus mengobati masalah fundamentalnya dengan memperkuat kinerja ekonomi domestik. Pada konteks itu, pemerintah harus mengobati masalah mendasar, yaitu ancaman triple deficit.
“Defisit Transaksi Berjalan (DTB) terjadi berturut-turut. Perkiraan saya pada tahun 2018 akan mencapai 27,1 miliar dolar AS atau 2,5 persen dari PDB dan pada tahun 2019 turun mencapai 24,0 miliar dolar AS atau 2,1 persen dari PDB. Ini memberi konfirmasi Indonesia semakin tergantung pada pinjaman valuta asing,” ungkap Heri. Pemerintah diimbau, memperkuat fundamental perekonomian dan cadangan devisa melalui peningkatan ekspor non-migas dan devisa pariwisata. (mh/sf)