Peremajaan Kelapa Sawit di Sumut Terkendala Biaya
Ketua Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan foto : Riyan/mr
Ekspor kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menjadi penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar di Sumatera Utara, dengan rata-rata nilai ekspor 4 miliar dolar AS per tahun dalam kurun waktu tahun 2012-2017. Sehingga, bagi Sumut, kelapa sawit memiliki nilai tersendiri dalam mendukung pembangunan nasional.
Hal itu menjadi temuan Tim Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan saat mengunjungi lahan perkebunan sawit di Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, dengan didampingi perwakilan Kementerian Keuangan RI & Asosiasi Kelapa Sawit, Jumat (06/7/2018).
“Meskipun program peremajaan kelapa sawit ini sudah di-launching oleh Presiden pada November 2017, ternyata setelah kita tinjau di lapangan program ini tidak jalan. Hal ini disebabkan ketidaksinkronan regulasi yang dibuat. Salah satunya adalah dana peremajaan kelapa sawit sebesar Rp25 juta harus didampingi dana lanjutan perbankan,” tutur Marwan.
Dalam pertemuan yang digelar perkebunan kelapa sawit itu, Marwan berharap para petani untuk melengkapi syarat-syarat yang harus dilengkapi untuk mendapatkan dana lanjutan perbankan, sehingga dana untuk peremajaan sawit dapat segera diterima oleh petani.
Politisi Partai Demokrat itu juga menyoroti keluhan petani yang terkendala dengan dana yang tidak sesuai untuk penggarapan satu hektar lahan yang hanya sebesar Rp25 juta. Padahal untuk satu hektar peremajaan sawit dibutuhkan dana Rp65 juta. Sehingga untuk kebutuhan dana lanjutan itu, dibutuhkan kenaikan platform dari Rp25 juta menjadi Rp35 juta.
“Petani akan dipermudah jika platform-nya dinaikkan dari Rp25 juta ke Rp35 juta, sehingga nilai yang akan dipinjam petani ke perbankan tidak terlalu besar yang bisa masuk ke kredit mikro, tanpa harus dengan jaminan,” tutur politisi dapil Lampung itu.
Selain dana yang dinilai kurang, Tim Kunker Komisi XI DPR RI juga menemui keluhan dari petani yang kesulitsan melengkapi persyaratan dari perbankan, salah satunya NPWP, sebagai syarat yang harus dimiliki petani dalam pengajuan pinjaman.
“Kendala saat ini para petani masih belum bisa melengkapi syarat-syarat yang diminta oleh pihak bank, antara lain petani tidak mau membuat NPWP yang dinilai rumit dan harus lapor SPT Tahunan,” tutur Marwan.
Menanggapi keluhan dari para petani itu, Kepala Pajak Kanwil Sumatera Utara Mochtar berpendpat bahwa dari Kanwil Pajak Sumut sudah memberikan edukasi bagi para petani dalam proses pembuatan NPWP dan laporan SPT Tahunan.
“Kami dari kantor pajak setiap minggu selalu memberikan bimbingan ke masyarakat dalam pembuatan NPWP. Dari keseluruhan di Sumut ini tidak ada masalah mengenai NPWP, dan hanya segelintir masyarakat saja yang belum punya NPWP,” tutur Mochtar. (rh/sf)