PT. Antam Harus Pertanggungjawabkan PMN
Anggota Komisi VII DPR RI Joko Purwanto foto : Nadia/mr
Anggota Komisi VII DPR RI Joko Purwanto menyayangkan adanya penghentian sementara pada pabrik Smelter Bauksit/Alumina anak perusahaan PT. Aneka Tambang (PT. Antam) di Tayan, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Pasalnya, pabrik itu telah mendapatkan Penanaman Modal Negara (PMN), namun aktivitas pabrik tidak berjalan. Untuk itu, ia mendorong PT. Antam untuk bekerja keras mempertanggungjawabkan PMN yang telah digelontorkan.
“Kami menyayangkan, setelah kami tadi melihat di pabrik, banyak sekali barang-barang yang masih bagus, dan banyak aset yang kemudian menjadi berhenti karena pabriknya berhenti. Sementara gaji jalan terus, namun karyawan terlunta-lunta. Sehingga PMN yang sudah tertanam semua harus dipertanggungjawabkan,” ungkapnya usai meninjau pabrik smelter bauksit/alumina milik anak perusahaan PT. Antam, Indonesia Chemical Alumina (ICA) bersama Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR Ri di Sanggau, Kalbar, Jumat (06/7/2018).
Politisi PPP itu juga menyayangkan kondisi saat ini. Dimana Indonesia mempunyai sedemikian besar Sumber Daya Alam (SDA) dan kemampuan, tetapi kemudian terlihat bahwa seolah-olah Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat luar biasa kepada asing, dan pada saat kemudian negosiasi dalam kerja sama pun menjadi cukup alot.
“Padahal menurut saya kita juga sudah punya ahli-ahli yang cukup bisa mengerjakan proses smelter ini. Oleh karenanya, kita ingin memberikan support kepada PT. Antam. Setidaknya PT. Antam sebagai BUMN, ke depan itu harus bisa mempunyai kemauan yang keras dan bekerja lebih baik, supaya PMN yang sudah ada saat ini menjadi terselamatkan,” ungkap Joko.
Joko menambahkan, ke depannya hal ini perlu menjadi pembelajaran agar jangan sampai ini menjadi akal-akalan bagi BUMN yang mendapatkan PMN. Karena pada saat mendapat alokasi penempatan PMN kembali, malah menjalankan usahanya tidak maksimal, maka pada akhirnya berhenti-berhenti juga.
“Kan sayang uang negara kemudian dibuang-buang untuk hal seperti ini, walaupun sebenarnya kita sangat membutuhkan adanya teknologi smelter untuk mengolah aluminium," pungkas politisi dapil Jawa Barat itu.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Tjatur Sapto Edy menilai, sejauh ini pengelolaan tambang dengan luas 600 hektar bauksit yang diolah menjadi hydrat dan aluminium tersebut oleh PT. ICA, yang merupakan anak perusahaan PT. Antam, semuanya cukup bagus.
“Ini lingkungannya bagus, proper-nya hijau dan prosesnya juga bagus. Ini tinggal dari sisi manajemen keuangan dan dari sisi hukumnya,” kata politisi Partai Amanat Nasional itu.
Tjatur juga berharap, terkait kepemilikan, tahun ini bisa selesai semua, sehingga 100 persen menjadi milik PT. Antam, dan Antam bisa berproduksi dengan harga yang fair. Jika semuanya fair, harga juga bagus, sehingga tidak ada kewajiban menjual kepada pihak tertentu. Dengan begitu, ia yakin PT. ICA tidak rugi terus menerus seperti yang dialami sekarang dan bisa bangkit kembali.
“Nah ini dorongan Komisi VII. Saya berharap ini kan semua sudah terjun. BPK, BPKP, dan Kejaksaan sudah terjun, sehingga semua bisa diurai. Kemudian kita harapkan bisa berproduksi, lagi karena stok yang ada ini sebanyak 15 ribu ton setiap bulan jika dijual 1000 ton, lama-lama akan habis. Karena bagaimanapun juga, tenaga kerja 524 orang itu harus bekerja kembali dan CSR juga sangat diharapkan oleh masyarakat di sekitar Tayan, khususnya Sanggau Kalbar umumnya,” tutup politisi dapil Jateng itu.
Dalam Kunjungan Kerja yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Herman Khaeron itu, hadir juga sejumlah Anggota Komisi VII DPR RI Sayed Aboe Bakar (F-PD), Dardiansyah (F-PDI Perjuangan), Andi Yuliani Paris (F-PAN), Peggi Patricia Pattipi (F-PKB), dan Ari Yusnita (F-Nasdem). (ndy/sf)