Pemerintah Diminta Segera Keluarkan PP Perlindungan Pekerja Migran
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf menjadi pembicara pada diskusi , bertajuk “Kasus Penjualan TKI di Singapura: Bagaimana Nasib UU TKI?” di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta.Foto :Azka/Rni
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) telah disahkan pada Oktober 2017 lalu. Namun, belum keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) dari UU PPMI itu, membuat berbagai pesoalan yang dihadapi tenaga kerja Indonesia semakin rumit, termasuk soal perlindungan terhadap mereka.
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf mengatakan, pemerintah harus segera mengeluarkan PP tersebut. Menurutnya, tanpa PP, UU PPMI menjadi tidak berarti, karena tidak ada pengaturan dan koordinasi antar instansi seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
“Karena PP ini belum keluar, maka BNP2TKI tidak bisa bergerak. Padahal, undang-undangnya sudah selesai pada akhir 2017,” ujar Dede dalam diskusi bertajuk “Kasus Penjualan TKI di Singapura: Bagaimana Nasib UU TKI?” di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (18/9/2018). Turut hadir sebagai pembicara, Deputi Perlindungan BNP2TKI Anjar Prihantoro dan Aktivis Migrant Care Siti Badriyah.
Politisi Partai Demokrat itu menambahkan bahwa belum keluarnya PP juga diperburuk dengan berkurangnya anggaran BNP2TKI setiap tahun. Padahal, kasus yang dihadapi badan tersebut terus meningkat setiap tahun.
“Begitu besar kewenangan dan komitmen badan yang dibentuk melalui UU ini, tapi sayangnya anggaran tidak seusai. Pagu anggaran BNP2TKI sebesar Rp 317 miliar. Padahal kalau memberikan kewenangan kepada BNP2TKI anggaran harus ditambah, bukan dipotong, karena tanggung jawabnya besar,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, pihaknya juga mendesak pemerintah untuk memberikan teguran keras kepada Singapura terkait adanya situs online bernama Carousell di Singapura yang mengiklankan sistem penyewaan Buruh Migran Indonesia (BMI). Pasalnya, iklan mempertontonkan penjualan atau penyewaan manusia itu tidak etis. “Mau dari negara apapun, itu sangatlah tidak benar, tidak layak dan sangatlah tidak beradab,” tegasnya.
Terkait anggaran BNP2TKI, Deputi Perlindungan BNP2TKI Anjar Prihantoro mengatakan, saat ini anggaran BNP2TKI per tahun tinggal Rp 317 miliar atau berkurang Rp 70 miliar dari anggaran tahunan sebelumnya. Padahal, banyak Balai Latihan Kerja (BLK) yang harus mendapatkan penganggaran untuk meningkatkan keterampilan para TKI.
Menurutnya, selain kekurangan anggaran, keterbatasan kewenangan juga dihadapi oleh BNP2TKI sehinga tidak bisa melakukan tugasnya secara maksimal. “Kalau PP Perlindungan Pekerja Migran nantinya keluar maka kewenangan BNP2TKI akan semakin kuat, karena sudah ada aturan yang memayunginya,” harapnya. (rni/sf)