Masyarakat Harus Dukung Indonesia Selenggarakan Pertemuan IMF-WB
Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno (tengah) dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema “Miliaran, Dana Annual Meeting IMF Darimana?” di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (10/10/2018). Foto : Jayadi/Man
Pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) dengan World Bank (WB) di Indonesia memunculkan banyak opini negatif dari masyarakat. Beberapa pihak menyebut, pertemuan berskala internasional itu hanyalah sebuah bentuk pemborosan anggaran negara saat berbagai bencana alam tengah melanda sebagian masyarakat Indonesia.
Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno meminta agar masyarakat tidak meributkan lagi pertemuan yang sedang berlangsung tersebut. Ia mengklaim bahwa pertemuan tersebut dapat meningkatkan kepercayaan asing terhadap Indonesia.
“Sejujurnya saya berharap agar teman-teman media dan masyarakat tidak mempermasalahkan lagi. Kita diuntungkan kok,” tegas Hendrawan dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema “Miliaran, Dana Annual Meeting IMF Darimana?” di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (10/10/2018). Turut hadir sebagai pembicara, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono dam Pengamat Ekonomi INDEF Enny Sri Hartati.
Legislator Fraksi PDI-Perjuangan ini bahkan tidak keberatan dengan usul audit anggaran pertemuan yang digelar pada 12-14 Oktober 2018 di Nusa Dua, Bali tersebut. Ia hanya meminta agar seluruh pihak dapat menghargai upaya penghematan yang telah dilakukan oleh pemerintah.
“Saya setuju dilakukan audit anggaran. Tapi kita pun perlu mengakui, kalau spirit kehati-hatian dan penghematan sudah dilakukan. Termasuk DPR. Harus hemat bersama. Alokasi anggarannya Rp 800 miliar. Pemerintah sudah coba hemat dari segi souvenir, hiburan, penjemputan dan sebagainya,” jelas Hendrawan.
Legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah X ini menyangkal bahwa revitalisasi peran IMF dan World Bank dapat direalisasikan. Lebih lanjut lagi menurutnya, selagi kedua lembaga tersebut dikelola secara korporasi, maka revitalisasi akan sulit dilakukan.
“Mengenai wacana revitalisasi di mana kedua lembaga ini harus lebih berpihak kepada negara berkembang dan menghapus ketimpangan ekonomi, saya rasa hal ini masih sulit. Masih sulit dilakukan karena bentuknya korporasi. Selama ini, kedua lembaga tersebut memang lebih banyak menguntungkan pemegang sahamnya saja,” pungkasnya. (eps/sf)