Bea Materai Diharapkan Berikan Kontribusi bagi Pendapatan Negara
Rancangan Undang Undang (RUU) Bea Meterai yang saat ini sedang dibahas oleh Komisi XI DPR RI diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pendapatan negara. Untuk mendapatkan referensi untuk pembahasan RUU ini, Komisi XI DPR RI melaksanakan Kunjungan Kerja Spesifik ke Bandung, Jawa Barat, guna menyerap masukan-masukan dan aspirasi dari civitas akademika Universitas Padjajaran (Unpad).
Anggota Komisi XI DPR RI Fathan mengatakan, masukan dari civitas akademika menjadi hal yang penting untuk mendukung pembahasan RUU inisiatif pemerintah ini. Dari hasil diskusi dengan civitas akademika Unpad, Tim Kunspek Komisi XI DPR RI mendapat sejumlah masukan. Misalnya terkait tarif, apakah tetap seperti Pajak Penghasilan (PPh), kemudian terkait besaran dan sanksi.
“Dari hasil diskusi tadi, banyak sekali masukan-masukan yang diberikan dari kampus. Yang menjadi menarik adalah apakah Bea Meterai ini dapat memberikan kontribusi kepada pendapatan negara yang cukup besar, ataukah justru ikut menekan pertumbuhan ekonomi,” kata Fathan usai diskusi dengan civitas akademika Unpad, di Bandung, Jabar, Kamis (18/10/2018).
Penggunaan Bea Meterai di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1817. Bea Meterai adalah pajak atas dokumen seperti yang telah disebutkan dalam UU Bea Meterai. Dokumen yang dimaksud adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan. Penggunaan bea meterai pada dokumen menggunakan benda meterai. Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
“Saya kira, yang paling penting adalah bagaimana memenuhi kebutuhan pemerintah supaya APBN kita bisa dibiayai, oleh salah satunya sumber pajak dari meterai. Tapi, kita juga melihat bahwa tarifnya sudah tidak relevan lagi,” jelas Anggota Fraksi PKB DPR RI tersebut.
Fathan juga mengungkapkan, bahwa di era saat ini, yaitu dengan perkembangan ekonomi, digital, dan teknologi informasi yang sangat pesat juga harus diperhatikan dalam RUU Bea Meterai. Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat, mengingat masih banyak transaksi-transaksi yang dilakukan, tetapi belum menggunakan meterai. “Bisa sebagai sumber pendapatan negara, tetapi harus ada edukasi kepada masyarakat,” imbuhnya.
Legislator daerah pemilihan Jawa Tengah II itu menambahkan, RUU Bea Meterai ditargetkan untuk dapat diselesaikan pada tahun 2018 ini. Ia memastikan RUU Bea Meterai ini akan masuk dalam Prolegnas Prioritas. Menurutnya, tidak banyak pasal yang diperdebatkan dala RUU Bea Meterai ini.
“Yang agak urgent adalah pembahasan mengenai tarif, karena saya kira sudah tertinggal jauh dengan inflasi dan perkembangan ekonomi, sehingga yang harus dilakukan adalah bagaimana meng-cover agar mengikuti perkembangan ekonomi digital,” jelas Fathan.
Komisi XI DPR RI berharap pemerintah dapat konsisten dan mempertimbangkan aspek-aspek pertumbuhan ekonomi. Jual-beli merupakan transaksi harian yang dilakukan oleh masyarakat, sehingga memiliki dampak yang cukup besar. (ica/mp/sf)