Ketentuan Pidana Harus Diatur dalam RUU Bea Meterai
Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Nur Purnamasidi menilai perlu ada pengaturan terhadap ketentuan pidana dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Bea Meterai. Pasalnya dengan adanya pengaturan terhadap ketentuan pidana, RUU tersebut nantinya menjadi suatu kekuatan paksa terhadap siapapun yang menjadi objek dari pengenaan tarif meterai.
Demikian diungkapkan Purnamasidi usai pertemuan antara Tim Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi XI DPR RI dengan dengan akademisi Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Kementerian Keuangan serta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kanwil Jawa Tengah di Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (19/10/2018).
“Dalam draf RUU Bea Meterai ini, diakui oleh pihak Kementerian Keuangan belum mengatur pengaturan mengenai sanksi pidana. Maka dari itu, Komisi XI mendesak pemerintah untuk segera mengatur ketentuan sanksi pidana agar terwujudnya penegakan hukum dalam RUU tentang Bea Meterai ini,” ungkap Purnamasidi.
Mengingat adanya wacana pengenaan biaya meterai tidak hanya dikenakan terhadap dokumen yang bersifat kertas namun juga dokumen yang bersifat transaksi ekektronik, ia menilai dengan adanya ketentuan sanksi pidana tentunya dapat menjawab keresahan masyarakat dalam melakukan transaksi elektronik.
“Sehingga nantinya ketika terjadi wanprestasi antara pihak pembeli dan penjual dalam transaksi elektronik dengan adanya pengenaan bea meterai, hal itu bisa dibawa ke ranah hukum agar masyarakat yang menjadi korban tadi bisa mendapatkan keadilan,” ungkap legislator Partai Golkar ini.
Terkait pengenaan bea meterai dalam transaksi online atau daring sebagai peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara, legislator daerah pemilihan Jawa Timur itu menilai hal tersebut harus disikapi dengan bijak.
“Kita juga harus berhati-hati jangan sampai kemudian dengan adanya pengenaan bea meterai ini bisa menganggangu transaksi-transaksi online yang sudah ada saat ini. Jangan sampai nantinya putaran ekonomi kita melalui transaksi online menjadi terganggu,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menyebutkan, di dalam perubahan RUU tentang Bea Meterai akan ada perluasan terkait objek pengenaan bea meterai.
“Mengingat pada UU tahun 1986 yang hanya mengatur pengenaan pajak atas dokumen berupa kertas, melihat situasi dan kondisi pada zaman ini bahwa transaksi tidak hanya berbatas pada dokumen yang berisfat kertas tapi ada dokumen lain yang bersifat elektronik. Dengan adanya meterai ini nantinya bisa menjadi alat bukti yang sah misalnya di pengadilan dalam bertransaksi elektronik,” ungkapnya. (tra/sf)