Panja RUU Perubahan BPK Gali Informasi di Universitas Indonesia

29-10-2018 / KOMISI XI
Wakil Komisi XI DPR RI Achmad Hafiz Tohir saat foto bersama dengan narasumber dan civitas akademika UI, Depok, Jawa Barat, Kamis (25/10/2018). Foto : Eka/Man

 

Panitia Kerja (Panja) RUU tentang  Perubahan atas Undang-Undang  Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK), Komisi XI DPR RI melaksanakan Kunjungan Kerja Spesifik ke Universitas Indonesia (UI), guna mencari informasi dan masukan untuk penyusunan Daftar Intentarisasi Masalah (DIM) RUU tersebut.

 

Wakil Komisi XI DPR RI Achmad Hafiz Tohir di hadapan narasumber dan civitas akademika UI, Depok, Jawa Barat, Kamis (25/10/2018) mengungkapkan, Rapat Konsultasi DPR RI memutuskan bahwa Komisi XI DPR RI ditugaskan untuk melakukan pembahasan RUU tentang perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2006 tersebut.

 

Menurut Hafiz, BPK merupakan salah satu lembaga negara yang bebas dan mandiri yang memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara,  dalam menjalankan aktifitasnya BPK masih menggunakan UU Nomor 15 Tahun 2006. Namun demikian UU tersebut belum bisa mengakomodasi kebutuhan BPK dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab mengelola keuangan negara.

 

Di samping itu, Tohir juga menjelaskan bahwa, lahirnya UU No. 15 tersebut, merupakan penyempurnaan dari UU Nomor 5 tahun 1973 tentang BPK, dan sekaligus dalam melaksanakan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang pemeriksaan dan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

 

Pada saat lahirnya UU tersebut, kedudukan BPK menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Pada saat itu diharapkan BPK akan menjadi lembaga pemeriksa eksternal yang bebas dan mandiri. Namun demikian perkembangannya, UU BPK ternyata masih perlu disempurnakan karena masih ada kelemahan dari UU tersebut, antara lain menngenai perhitungan kerugian negara, sifat kolektif kolegial dari keanggotaan BPK termasuk mekanisme pemilihan Anggota BPK.

 

Selain itu, UU tersebut pernah dilakukan pengujian oleh Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat dan mekanisme jabatan anggota pengganti. Keputusan MK tersebut tegas mengatakan bahwa pemilihan anggota BPK harus untuk jabatan 5 tahun sehingga ada ke kosongan hukum dalam pengaturannya yang mengharuskan pergantian antar waktu.

 

Oleh karena itu, UU Nomor 15 tahun 2006 tentang BPK dipandang tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan saat ini. Karena itu perlu diganti dan disempurnakan dengan UU yang baru guna mendukung terwujudnya suatu lembaga pemeriksa yang bebas mandiri dan professional untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

 

“Dalam kesempatan kunjungan kerja hari ini, kami berharap mendapatkan masukan seluas mungkin dari kalangan akademisi UI agar RUU yang akan kami bahas ini sesuai dengan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. Selain itu dapat up to date dan dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang,” ungkap legislator PAN itu.

 

Eko Prasojo, salah seorang narasumber Universitas Indonesia mengatakan BPK  merupakan organ yang sangat berkuasa dan kuasanya harus digunakan untuk perubahan penting negara. Karena hasil temuannya itu untuk digunakan aparat penegak hukum menindaklanjuti dalam tindak pidana. “Menurut saya kekuasaan BPK ini harus bisa digunakan untuk mewujudkan negara yang transparan dan akuntabel,” jelasnya.

 

Dijelaskan, perlu diusahakan bagaimana menyelaraskan antara performance audit dengan complaine audit dengan sistem negara secara keseluruhan, karena UU Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) ini akan memperkuat apa yang dimaksud dengan inspektur nasional. Para Irjen kemudian Inspektorat Kabupaten Kota secara akuntabel kepada inspektur nasional yang langsung berada di presiden.

 

“Jadi memang pengawasan internal ini adalah bagaimana membangun profesionalisme, kemandirian, terhadap pengawas aparat pengawas pemerintah. Sehingga penyusunan revisi UU BPK ini harus juga selaras dengan keinginan memperkuat sistem pengawasan pemerintah yang dilakukan oleh APIP,” jelas dia dengan menambahkan, supaya pengawasan dilakukan APIP tidak lagi tergantung pada kekuatan politik dari para menteri atau gubernur atau walikota.

 

Pasalnya, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) ini kalau sudah dengan kepentingan-kepentingan yang lebih luas biasanya tidak menjadi independen itu. “Kami dengar bahwa pemerintah mempersiapkan agenda prolegnas tahun depan mungkin di tahun terkhir, supaya mencegah terjadinya banyak penyalahgunaan wewenang di pemerintahan.” imbuh Eko.

 

Hadir pula sejumlah nara sumber Dr. Teguh Kurniawan,. S.Sos., M.Sc., Dian Puji Simatupang, Dr. Harsanto Nursadi, Muhammad Ichsan, Robert Porhas Tobing., SE., Dr. Ludovicus Sensi W,. CPA, CA. Juga hadir dari BPK RI  Rajaguguk, Arman Syifa BPK Provinsi Jawa Barat, Alaxander Zulkarnaen, Rina Rubiati, dan Manik Eko Susanto dari Kementerian Keuangan RI. (hr/mp/sf).  

BERITA TERKAIT
Fathi Apresiasi Keberhasilan Indonesia Bergabung dalam BRICS, Sebut Langkah Strategis untuk Perekonomian Nasional
08-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi, menyampaikan apresiasi atas pengumuman resmi yang menyatakan Indonesia sebagai anggota penuh...
Perusahaan Retail Terlanjur Pungut PPN 12 Persen, Komisi XI Rencanakan Panggil Kemenkeu
05-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menegaskan pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu)...
Edukasi Pasar Modal Sejak Dini Dapat Meningkatkan Literasi Keuangan Generasi Muda
04-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi menyambut baik usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menginginkan edukasi...
Anis Byarwati Apresiasi Program Quick Win Prabowo: Potensi Kebocoran Anggaran Harus Diminimalisasi
25-12-2024 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyatakan apresiasi dan dukungannya terhadap komitmen Presiden Prabowo untuk menjadikan...