KOMISI V TANYAKAN PERTIMBANGAN MERPATI GUNAKAN PESAWAT CINA
Komisi V DPR RI menanyakan kepada Direksi PT Merpati pertimbangan apa yang diambil sehingga harus menyewa pesawat buatan Cina. Pertanyaan ini diajukan Wakil Ketua Komisi V H. Mulyadi (Fraksi Partai Demokrat) saat memimpin rapat dengar pendapat dengan seluruh operator penerbangan, Selasa (18/1) di gedung DPR.
Mulyadi mengatakan, dari pemberitaan beberapa media dikatakan bahwa pesawat buatan Cina itu sudah datang, namun ada pesawat yang tidak bisa diterbangkan. Tentu saja hal ini membawa keprihatinan kita bersama, kenapa pesawat tersebut baru, tapi sudah ber masalah.
Karena itu, Komisi V DPR ingin mendengar penjelasan langsung dari Direksi PT Merpati, analisa apa yang dipakai sehingga memutuskan untuk menyewa pesawat dari Cina.
Apalagi, kata Mulyadi, dia juga mendengar pesawat dari Cina tersebut belum mendapatkan lisensi tingkat dunia.
Menjawab pertanyaan tersebut, Wakil Direktur Utama PT Merpati Capt. Adhy Gunawan mengatakan, pesawat dari Cina tersebut memang sudah datang dan sudah mulai beroperasi.
Dia menambahkan, pesawat yang datang jumlahnya sembilan pesawat, delapan pesawat sudah dapat dioperasikan dan satu pesawat memang belum dapat beroperasi. Namun dia tidak menjelaskan secara rinci, kenapa satu pesawat tersebut tidak dapat dioperasikan.
Untuk lisensi, katanya, pesawat buatan Cina ini baru mendapatkan sertifikasi dari semacam Menteri Perhubungan Cina dan mendapatkan sertifikasi dari Menteri Perhubungan RI.
Pesawat jenis MA 60 ini pada dasarnya mesinnya sama. Untuk penyediaan suku cadang selama satu tahun dijamin dari pabrik pembuat pesawat. Sedang pertimbangan PT Merpati membeli pesawat dari Cina lebih karena faktor efisiensi, dimana pesawat ini masih menggunakan cara manual, sehingga maintenancenya lebih murah dibandingkan dengan ATR atau pesawat sejenis lainnya.
Adhy mengatakan, Xinzhou 60 (Xian MA60) berkapasitas 50-60 penumpang dan direncanakan menggantikan Fokker F27 Merpati yang akan dijual. “MA60 memang lebih unggul dalam hal harga dan ongkos perawatan, dan pesawat ini tak kalah canggih dengan pesawat sekelasnya tapi lebih ekonomis,” katanya.
Harga satu pesawat MA60 disebut dua-pertiga dari harga pesawat sejenis lainnya yang ditawarkan di pasaran dunia. Sedangkan biaya operasinya bisa 10-20% lebih murah dibanding pesawat sejenis.
Meski begitu, dari segi performa MA60 tak kalah dengan ATR 42/72 Prancis dan De Havilland Dash 8 Kanada. "Biarpun lebih ekonomis, kemampuannya sama dengan ATR. Mesinnya sama kok," komentar Capt. Adhy Gunawan yang menginspeksi kelaikan MA60.
Dalam hal keandalan, Adhy juga meyakinkan bahwa MA60 cukup tahan banting. Terutama jika ditilik dari cikal bakalnya yang merupakan pesawat militer. Berawal di tahun 1987 Xi'an Aircraft Industry (Group) Company Limited (XAC) yang merupakan industri penerbangan di Cina mengembangkan pesawat transport Y-7 dan meningkatkannya menjadi Y7-100 pada 1988.
Pada Juni 2000, MA60 mendapatkan Type Certificate dari Civil Aviation Administration of China (CAAC). Disusul pemberian Production Certificate enam bulan kemudian. Dalam waktu empat tahun setelahnya paling tidak sudah 20 pesawat MA60 beroperasi. Baik untuk sipil maupun militer. Sebagai pesawat sipil, MA60 masuk hitungan sebagai pesawat komersil regional yang sudah maju. Terutama jika dilihat dari karakternya yang aman, andal, nyaman, efektif dari segi biaya dan perawatan mudah.
Meski begitu, MA60 bisa dimodifikasi sesuai kebutuhan. Di antaranya konfigurasi VIP, kargo, patroli perbatasan, coast surveillance, hujan buatan dan survei udara. (tt)/foto:iw/parle.