Akreditasi RS Terkendala Biaya Tinggi dan Terbatasnya Personil KARS
Anggota Komisi IX DPR RI Jalaluddin Akbar saat mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Perwakilan Kementerian Kesehatan, Perwakilan BPJS Kesehatan, para Direktur Utama Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, serta berbagai Asosiasi Pengurus, dan Pengawas hingga Pemilik Rumah Sakit di Makassar.Foto :Oji/rni
Anggota Komisi IX DPR RI Jalaluddin Akbar menilai tingginya biaya yang harus dikeluarkan pihak rumah sakit (RS) menjadi salah satu kendala dalam proses akreditasi. Oleh karena itu, pengurus dan pemilik RS di Makassar berharap agar ada bantuan subsidi dari pemerintah terkait biaya proses akreditasi yang relatif mahal. Komisi IX DPR RI berjanji akan menyampaikan hal ini kepada pemerintah untuk meminimalisir biaya dalam proses akreditasi.
Hal tersebut diungkapkannya usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Perwakilan Kementerian Kesehatan, Perwakilan BPJS Kesehatan, para Direktur Utama Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, serta berbagai Asosiasi Pengurus, dan Pengawas hingga Pemilik Rumah Sakit di Makassar, Sulsel, Selasa (15/1/2019).
“Kami senang mendengar laporan di Sulawesi Selatan ini sudah banyak rumah sakit milik pemerintah daerah maupun swasta memiliki kesadaran mengikuti proses akreditasi. Mereka menganggap akreditasi ini bagian dari peningkatan pelayanan mutu,” ujar politisi Partai Hanura.
Di sisi lain, imbuhnya, keterlambatan pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan cukup mengganggu cashflow RS dalam membiayai operasional tenaga medis, alat kesehatan dan berimbas juga dalam membiayai persiapan proses akreditasi. Hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah, agar segera dilakukan pelunasan tunggakan klaim BPJS Kesehatan ke semua RS.
“Saya sudah minta kepada Direktur BPJS Kesehatan saat pertemuan dalam rapat di Komisi IX DPR, agar persoalan ini segera diatasi dengan melakukan percepatan pembayaran klaim kepada seluruh rumah sakit," tandas Jalaludin.
Ia menengarai keterlambatan pembayaran klaim BPJS Kesehatan ini implikasinya punya efek domino. Selain mengganggu kinerja keuangan RS, pelayanan masyarakat juga berimbas pada rekanan pihak ketiga RS yang mensuplai alat kesehatan. Sudah seharusnya pemerintah memikirkan dengan serius bagaimana caranya pembayaran klaim kepada RS mitra BPJS Kesehatan itu tidak terlalu lama.
Anggota DPR RI asal dapil Sulawesi Selatan I juga menilai terbatasnya sumberdaya manusia dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang melakukan proses akreditasi juga menjadi salah satu persoalan yang ikut menghambat kecepatan proses akreditasi. "Perlu penambahan personil KARS agar mampu meng-cover proses akreditasi di semua wilayah provinsi sesuai target," tukasnya.
Di lain pihak, Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi Kementerian Kesehatan Slamet optimis target 6 bulan menyelesaikan proses akreditasi menurutnya bisa saja tercapai sepanjang RS tersebut tidak terkendala oleh biaya yang harus dikeluarkan dalam proses akreditasi serta didukung jumlah personil KARS yang memadai.
“Kami ikut hadir di sini untuk menyerap aspirasi dari asosiasi pengurus dan pemilik rumah sakit pemerintah daerah dan swasta terkait kendala yang dihadapi dalam proses akreditasi. Semua masukan dan harapan akan kami sampaikan ke pusat untuk ditindaklanjuti," pungkas Slamet. (oji/sf)