DPR KECAM KPU LEBIH PENTINGKAN SOSIALISASI KE LUAR NEGERI
12-03-2009 /
KOMISI II
Komisi II DPR RI mengecam tindakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang lebih mementingkan sosialisasi ke luar negeri daripada memfokuskan sosialisasi di dalam negeri.
Hal ini disampaikan anggota Komisi II dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Lena Maryana, yang juga dihadiri Wakil Ketua Komisi II DPR Sayuti Asyathri (F-PAN) saat Jumpa Pers di ruang Press Room DPR, Kamis (12/3).
Lena menyangkan kenapa KPU tidak melakukan sosialisasi secara gencar di dalam negeri. Padahal, katanya, banyak terjadi persoalan-persoalan khususnya masalah sosialisasi tentang bagaimana masyarakat menggunakan hak suaranya.
Padahal jika dibandingkan tingkat pemilih di luar negeri secara keseluruhan hanya sebesar 1,2 juta pemilih, sementara di dalam negeri kurang lebih 165 juta pemilih. Selain itu, tingkat pengetahuan pemilih di luar negeri jauh lebih baik dibandingkan dengan tingkat pemilih di dalam negeri, terutama dipelosok-pelosok tanah air dan daerah-daerah terpencil.
Sementara untuk surat suara yang diberikan kepada pemilih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan di dalam negeri. Kalau di luar negeri pemilih hanya memilih anggota DPR RI, sementara pemilih di dalam negeri harus memilih selain anggota DPR RI, juga anggota DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota dan anggota DPD. “Pemilih di luar negeri lebih mudah karena hanya mendapatkan satu surat suara,†kata Lena.
Lena mengatakan, jika ditanya satu per satu di tingkat penyelenggara, memang persiapan pemilu ini mungkin dikatakan sudah clear. Namun dalam kenyataannya di lapangan sosialisasi ini tidak menyentuh sama sekali para pemilih di bawah.
Dalam hal ini, seolah-olah ditingkat penyelenggara ada persoalan kecil dan tidak terlalu serius, tetapi setelah melihat dilapangan banyak ditemukan persoalan terutama masalah sosialisasi terhadap bagaimana nanti masyarakat memberikan hak suaranya pada April mendatang.
Di tingkat lapangan, PPS dan PPK masih banyak menyatakan kebingungannya, bahkan ada yang salah menerjemahkan Perpu Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.
Mereka menerjemahkan bahwa dengan memberi tanda satu kali itu dianggap surat suara tidak sah, dan surat suara yang sah adalah yang memberi tanda dua kali. Padahal di Perpu tidak ada pencabutan pasal 17 ayat 1,2,3. Pasal di Perpu itu hanya penambahan ayat bahwa memberi tanda satu kali itu adalah sah, tetapi ditingkat KPPS ada pemberian tanda dua kali itu juga dianggap sah.
Lena menegaskan, jika KPU tidak segera mengadakan sosialisasi PERPU ditingkat lapangan dikhawatirkan akan menyebabkan konflik. “Jika terlambat disosialisasikan ditingkat bawah akan menimbulkan interpretasi yang berbeda ditingkat lapangan, bisa jadi antar penyelenggara pemilu ditingkat KPPS, antar caleg, antar partai politik akan terjadi perdebatan sengit kalau tidak segera disosialisasikan,†kata Lena.
Dia menyayangkan KPU yang ada di daerah hanya bisa mensosialisasikan di tingkat penyelenggara tapi tidak mampu menyampaikan ditingkat masyarakat. “Hal ini dirasa sangat mengkhawatirkan,â€ujarnya.
Dari sisi penyelenggara mereka memang tetap optimis, namun sesungguhnya ketika turun kelapangan ternyata masih ada masalah yang jika tidak segera diantisipasi penyelenggara bisa membuat surat suara tidak sah, terjadi konflik antar penyelenggara, antar partai politik, bahkan antar caleg. (tt/kr/kum)