Kontribusi Perempuan Parlemen Jerman Patut Dicontoh
Anggota Komisi I DPR RI Lena Maryana. Foto: Kresno/rni
Anggota Komisi I DPR RI Lena Maryana mengaku kagum serta berharap Indonesia dapat mencontoh kontribusi perempuan dalam Parlemen Republik Federal Jerman. Ia menyebut bahwa angka representasi perempuan di Parlemen Jerman lebih tinggi daripada Indonesia, karena mereka memang menerapkan sistem yang berbeda dengan Indonesia.
Hal ini ia sampaikan usai mengikuti pertemuan Komisi I DPR RI dengan Parlemen Republik Federal Jerman di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/2/2019). Ia menganggap bahwa Indonesia memiliki potensi yang sama mewujudkan kontribusi perempuan di parlemen, sehingga hal ini selalu ia turut bawa dalam kegiatan politiknya.
“Dalam pertemuan ini saya mengangkat soal representasi perempuan di parlemen. (Pentingnya) Edukasi terhadap perempuan atau melibatkan perempuan dalam politik, karena kami tahu Jerman angkanya lebih tinggi daripada Indonesia. Dan mereka memang menerapkan sistem yang berbeda dengan kita. Yang mereka lakukan adalah big system,” tutur Lena.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menyebut representasi perempuan di parlemen itu penting dan target mutlaknya adalah minimal 30 persen. Menurutnya angka tersebut merupakan titik keseimbangan untuk dapat mempengaruhi kebijakan publik, agar lebih berpihak kepada rakyat terutama mewakili suara perempuan dan anak.
“Kehadiran perempuan di parlemen itu penting. Angka 30 persen adalah angka critical mass, jadi bukan sembarang angka. Mengapa tidak 40 atau 50 persen, tapi 30 persen adalah untuk mempengaruhi kebijakan agar lebih berpihak kepada rakyat. Kalau berpihak kepada rakyat, artinya berpihak kepada perempuan dan anak,” tegas politisi dapil DKI Jakarta II itu.
Kehadiran perempuan dalam dunia parlemen Indonesia dalam periode 2014-2019 baru sekitar 18 persen dari target yang diperkirakan sebesar 30 persen. Namun menurut Lena, kebijakan mengenai penempatan perempuan di parlemen saat ini sudah diperbaiki dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
“Sebelumnya tidak ada kebijakan afirmasi di Undang-Undang Pemilu dan juga penempatan perempuan agar bisa dipastikan terpilih di parlemen di nomor urut minimal 1 di antara 3 harus perempuan. Sehingga kemungkinan perempuan ada di top list, ada di nomor urut yang tingkat keterpilihannya cukup tinggi. Itu berdasarkan hasil studi ada perempuannya,” tukas Lena. (eps/sf)