GUBERNUR DIY USUL JUDUL RUUK DIY DIUBAH

01-03-2011 / KOMISI II

          Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengusulkan kepada Komisi II DPR agar Judul RUU tentang Keistimewaan Provinsi DIY dirubah. Pasalnya, Gubernur menilai judul tersebut melanggar UUD 1945.

          “Judul ini tidak tepat dan tidak merujuk original intent bunyi Pasal 18B ayat (1) juga tidak sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan DIY yang secara eksplisit menyebutkan “setingkat provinsi” yang dapat diartikan tidak sama dengan provinsi. Sekaligus sebagai pembeda dengan daerah lainnya yang diberlakukan ketentuan hukum yang bersifat umum. Sehingga akan lebih tepat kalau judulnya “RUU tentang Daerah Istimewa Yogyakarta atau Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta,” tidak menggunakan kata provinsi,” katanya di hadapan Komisi II DPR, dipimpin oleh Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap di Gedung Nusantara, Selasa, (1/3).

           Menurutnya, Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) harus dipahami secara utuh agar mampu memahami simbol-simbol dan makna yang ada di lingkungan masyarakat DIY sebagai satu kesatuan. “Tidak ada keraguan bahwa persoalan mendesak yang dibutuhkan masyarakat DIY saat ini adalah instrument hukum yang legitimate untuk mengakui dan menghormati DIY,” ujarnya.

          Pada kesempatan tersebut, Hamengku Bowono X sangat menghargai apa yang telah disampaikan pemerintah atas RUU Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang lalu, karena akan menjadi dokumen hukum penting dalam proses pembentukan sebuah undang-undang. “Materi tersebut menunjukan kehendak atau cita politik hukum dari pemerintah selaku inisiator RUU,” lanjutnya.

          Lebih jauh dia mengatakan, perbedaan pandangan antara kehendak atau cita politik hukum pemerintah dengan masyarakat DIY sejatinya dapat ditengarai dari perspektif sosiologi perundang-undangan. Dalam perspektif ini ada dua kekuatan dimana pemerintah dengan masyarakat DIY secara diametral berseberangan.  

          “Apabila pemerintah yang didukung oleh partai politik bersikukuh untuk mewujudkan apa yang menjadi keinginannya, pertanyaan yang muncul kemudian akankah undang-undang tersebut mampu memenuhi tujuan utamanya?,” tanyanya.

          Dia menambahkan, segenap pihak yang terkait untuk berfikir lebih jernih dalam melihat Keistimewaan DIY. Pembuat undang-undang wajib memperhatikan dan mengikuti kehendak umat yang telah merasakan nyaman dengan kebiasaan baik yang berlaku dalam tatanan sosial-politik di daerahnya.

          “Apabila berkeinginan mengubah tradisi yang telah mapan, maka harus mampu menjelaskan bahwa yang berlaku selama ini membahayakan bagi keselamatan NKRI dan kelestarian DIY, apabila tidak membuktikannya maka telah melanggar prinsip tasbarruful imami manutbun bismashalihil ummah,” katanya. (iw)/foto:iw/parle.

BERITA TERKAIT
Tunggu Arahan Presiden, Pemindahan ASN ke IKN Tidak Perlu Grasah-Grusuh
12-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Ali Ahmad menegaskan pemindahan Aparatur Sipil Negara harus tunggu arahan Presiden Prabowo...
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...