DPR DAN PEMERINTAH SAMAKAN PERSEPSI AZAS CABOTAGE

02-03-2011 / KOMISI V

 

            Komisi V DPR RI mengundang Pemerintah untuk menyamakan persepsi tentang azas cabotage yang akan diberlakukan mulai 7 Mei 2011. Penyamaan persepsi ini perlu dilakukan terkait dengan usulan Pemerintah untuk merevisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Rapat yang dihadiri Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi dan Kepala BP Migas, Rabu (2/3) dipimpin Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M. Said (F-PG).

Terhadap usulan untuk merevisi UU ini terjadi pro dan kontra, Pemerintah memandang perlu segera dilakukan revisi, mengingat negara kita belum siap menerapkan azas cabotage sepenuhnya. Sementara pemangku kepentingan yang lain mengatakan mereka telah siap menerapkan azas cabotage, sehingga UU tentang Pelayaran tidak perlu dilakukan revisi.

Muhidin mengatakan, Komisi V DPR perlu mendapatkan berbagai masukan terkait dengan usulan untuk merevisi UU tersebut. Apalagi, katanya , revisi UU tersebut termasuk dalam Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2011.

Dalam hal ini, Komisi V DPR pun punya pandangan yang berbeda-beda terhadap pemberlakuan azas cabotage dan perlunya merevisi UU tersebut. Untuk itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan Sadarestuwati mengusulkan agar masalah ini dapat didiskusikan di fraksinya masing-masing, sehingga apa yang nantinya akan disampaikan menjadi keputusan fraksi.

Pada kesempatan tersebut, Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Sunaryo mengatakan, pada prinsipnya pihaknya berkomitmen untuk menerapkan asas cabotage secara konsekuen sesuai dengan UU Nomor 17/2008.

Namun, dalam perjalanan waktu menjelang tiga tahun berlakunya Undang-undang tersebut, implementasi terkait asas cabotage dipastikan akan ditemukan beberapa kendala dengan tidak tersedianya atau belum cukup tersedianya kapal-kapal berbendera Indonesia untuk kegiatan usaha hulu migas di lepas pantai.

Hal ini, katanya, akan menimbulkan resiko terganggunya lifting minyak dan gas bumi sehingga mempengaruhi target penerimaan pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Demikian pula tidak tersedianya atau belum cukup tersedianya kapal berbendera Indonesia untuk kegiatan pengerukan dan salvage akan berpotensi mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran.

Berdasarkan data kebutuhan dan ketersediaan kapal berbendera Indonesia, ada beberapa jenis kapal yang belum ada atau belum cukup tersedia berbendera Indonesia, antara lain kapal survey minyak dan gas bumi, kapal pengebor, kapal konstruksi lepas pantai, kapal penunjang operasi Dynamic Positioning Vessel, kapal keruk jenis Hopper dengan ukuran tertentu dan kapal untuk kegiatan salvage.

Menurut Sunaryo, ketersediaan kapal-kapal tersebut sulit dipenuhi oleh perusahaan angkutan laut nasional yang menggunakan kapal berbendera Indonesia, dikarenakan memerlukan investasi besar, teknologi tinggi, terbatasnya kapal-kapal tersebut di dunia, pasaran bersifat global dan mobile serta waktu penggunaan/masa kontrak yang singkat dan tidak berkelanjutan.

Selain itu, kurangnya dukungan dari sektor perbankan dan fasilitas perpajakan di dalam negeri menjadi kendala perusahaan angkutan laut nasional.

Melihat berbagai kendala tersebut, pihaknya memandang revisi Undang-undang tersebut sangat diperlukan dan dapat disetujui DPR sebelum batas waktu penggunaan kapal asing berakhir.

Sementara Dirjen Minyak dan Gas Bumi Evita H. Legowo mengatakan, perubahan UU Nomor 17 Tahun 2008 perlu dilakukan  mengingat penerapan UU tersebut tidak dapat dilaksanakan secara konsekuen pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di perairan.lepas pantai.

Hal ini disebabkan, belum tersedianya atau belum cukup tersedianya kapal-kapal penunjang operasi migas berbendera Indonesia.

Sehingga, katanya, tanpa adanya perubahan UU tersebut maka kegiatan eksplorasi dan produksi migas di lepas pantai akan terhambat yang mengakibatkan terganggunya kelangsungan produksi migas, terhentinya penemuan cadangan baru, menurunnya penerimaan negara dan tidak tercapainya ketahanan energi nasional.

Data produksi migas menunjukkan bahwa 32.13% (303.579 BOPD) produksi minyak bumi dan 59.78% (5.581 MMSCFD) produksi gas bumi berasal dari lepas pantai. Pada tahun 2010, dari 24 wilayah kerja yang ditawarkan, 75% merupakan wilayah lepas pantai yang menandakan potensi peningkatan produksi migas semakin bergerak ke arah lepas pantai.

Evita mengatakan, azas cabotage memang digunakan sedikitnya 43 negara di dunia, namun pada umumnya azas cabotage tidak diterapkan untuk kapal-kapal penunjang eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai.

Jika asas cabotage ini dapat diterapkan di Brazil dan Australia dengan baik, namun tidak untuk kapal-kapal penunjang eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai, dan mereka sangat memberikan kemudahan dalam hal perijinan.

Sementara Nigeria dan Anggola yang mencoba menerapkan asas cabotage untuk kapal-kapal penunjang eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai menemui kendala karena tidak tersedianya kapal-kapal tersebut. “Penerapan ini menyebabkan ekonomi biaya tinggi karena permasalahan perijinan dan birokrasi,” katanya. (tt) foto:RY/parle

BERITA TERKAIT
Kunjungan Komisi V ke Bandara Halim, Fokus pada Peningkatan Sarana dan Prasarana
03-02-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi V DPR RI melakukan kunjungan lapangan ke Bandara Halim Perdanakusuma untuk meninjau sarana dan prasarana serta...
Komisi V Tinjau Pelayanan dan Sarana di Pelabuhan Tanjung Priok
03-02-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi V DPR RI meninjau sarana prasarana serta pelayanan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dalam rangka menjalankan...
Waktu Tempuh KRL Kian Singkat, Komisi V Tekankan Aspek Keselamatan dan Kenyamanan Penumpang
02-02-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Waktu tempuh KRL commuter line bakal terpangkas 5-9 menit seiring diterapkannya Grafik Perjalanan Kereta Api (GAPEKA) baru...
Libur Panjang, Pemerintah Harus Tindak Tegas Pengemudi Truk Lakukan Praktik ODOL
28-01-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Sudjatmiko menyoroti praktik pengemudi truk logistik yang kelebihan dimensi dan muatan atau...